Sidoarjo, yang setiap tahunnya selalu dilanda banjir saat musim penghujan, dinilai memiliki lebih banyak keuntungan dibanding Surabaya. Ini dikarenakan Sidoarjo memiliki sungai yang lebih banyak dan lahan kosong yang masih luas, yang dapat dimanfaatkan dengan menormalisasi sungai, serta membangun Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang berbasis reuse, reduce dan recycle atau 3R.
Menurut Satrio Wiweko Pemerhati Lingkungan, bahwa Sidoarjo tidak dapat menyaingi Surabaya dalam menanggulangi banjir karena perbedaan luas yang hampir dua kali lipat, bukanlah alasan.
“Alasan itu dicari-cari saja. Sidoarjo ini diuntungkan karena banyak sungai, jadi mau dibuang ke utara atau selatan bisa. Hanya sungai-sungai di Sidoarjo dari hulu sampai hilir tidak pernah tersentuh rehabilitasi dan normalisasi,” kata Satrio Wiweko kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (22/1/2019),
Bahkan, lanjutnya, sungai-sungai di dekat perbatasan Mojokerto mengalami sedimentasi (pengendapan material sungai, red) karena tidak pernah dilakukan pengerukan. Begitu juga sungai-sungai lain yang tidak pernah dinormalisasi dan banyak ditumbungi tumbuhan seperti enceng gondok.
Menurutnya, alasan warga di Sidoarjo di daerah perbatasan banyak yang membuang sampah di sungai, salah satunya dikarenakan jauhnya jarak ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terletak di Kecamatan Porong. Sehingga ongkos untuk membawa sampah ke TPA juga menjadi lebih mahal.
Untuk itu, ia menyarankan agar dibangun TPS 3R di beberapa wilayah terjauh dari TPA. Selain dapat memangkas ongkos pengiriman sampah, juga dapat memberdayakan masyarakat untuk mengelola sampah agar menambah nilai ekonomis.
Apalagi, jika Pemkab Sidoarjo serius untuk membangun TPS, dana tersebut sudah dianggarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR) untuk semua daerah di Indonesia. Pemkab Sidoarjo hanya perlu untuk menyediakan lahan.
“Biayanya bukan dari Pemkab Sidoarjo, tapi pusat. Itu seabrek sampai turah-turah (sisa-sisa, red). Itu sekitar 800 juta sampai 1,5 miliar untuk pembangunan TPS. Mereka yang memberikan peralatan untuk pembangunan, tapi syaratnya Pemkab yang harus menyediakan lahan,” paparnya.
Namun Satrio juga menggarisbawahi, kalau pemerintah daerah harus lebih memperhatikan tata ruang kota, mana lahan untuk pemukiman, ruang terbuka hijau, dan daerah industri. Sehingga keseimbangan dan optimalisasi lahan dapat dilakukan dengan tepat.(tin/rst)