Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, mempertanyakan mengapa pasal penggelandangan di RKUHP baru diributkan sekarang.
Padahal sejak dulu masyarakat tidak ribut soal pasal pidana terkait gelandangan padahal sudah ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Mengapa tidak ribut kita dulu dalam gelandangan dapat dipidana? Ada rupanya eksploitasi besar-besaran tentang penggelandangan sampai sekarang?” kata Yasonna.
Yasonna menilai justru menurutnya peraturan terkait gelandangan diperbaiki dalam Rancangan KUHP yang baru.
“Pasal dalam RKUHP itu mengatakan jika terjadi gelandangan dan pengemis, maka akan dikirim ke rumah panti, dididik menjadi orang bekerja,” ujar dia.
Ia mengklaim bahwa RKUHP lebih manusiawi ketimbang KUHP yang lama. Apalagi di dalam pembahasannya melibatkan Harkristuti Harkrisnowo mantan Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia.
“Di dalam pembahasannya ada Profesor Tuti selaku mantan Dirjen HAM, yang sangat pro gender,” kata Yasonna.
Menurut Yasonna, datangnya kecurigaan bahwa RKUHP dapat mempidana gelandangan dan pengemis adalah ilusi yang diciptakan saat ada perbaikan aturan di dalam KUHP itu yang menurutnya lebih berat hukumannya.(ant/iss/ipg)