Jumat, 22 November 2024

Sinyal SMA/SMK Kembali ke Pemkot Surabaya Melemah

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Desain: suarasurabaya.net

Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur menegaskan kembali, sesuai Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan SMA/SMK menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.

Pemprov Jatim, menurut Khofifah, telah menghitung, mulai Juli 2019 mendatang, pada tahun ajaran baru, bantuan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) akan diberikan untuk SMA/SMK negeri maupun swasta.

“Bantuan SPP dari Pemprov, bantuan seragam dari Pemprov. Kami (sudah) mengomunikasikan, beberapa SMA/SMK dengan standar SPP tertentu tidak akan mendapat bantuan SPP dari Pemprov. Itu sesuai kesepakatan dengan sekolah,” katanya, usai kunjungan ke Kantor PWNU Jawa Timur, Senin (25/2/2019).

Demikian halnya bantuan seragam dari Pemprov Jatim, sejumlah sekolah telah menyatakan tidak memerlukan bantuan itu. Khofifah pun mendorong agar terbangun solidaritas dan soliditas antarsekolah di Jatim. Sekolah yang tidak membutuhkan bantuan seragam bisa memberikan bantuan itu kepada sekolah yang membutuhkan.

Soal keinginan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya agar ada kebijakan Gubernur untuk menyerahkan wewenang pengelolaan SMA/SMK di Surabaya kepada Pemkot Surabaya, Khofifah enggan memberikan penegasan. “Ini ada kadisnya ini, Kadindik (Kepala Dinas Pendidikan) Jatim,” ujarnya.

Saiful Rahman Kadindik Jatim mengatakan, Risma tidak perlu khawatir bila harapannya agar pengelolaan SMA/SMK di Surabaya kembali ke Pemkot Surabaya supaya SPP gratis. Khofifah Gubernur, kata dia, sudah memodifikasi agar SMA/SMK di Jatim bisa gratis dengan bantuan SPP.

Pemprov, kata Saiful, telah menyiapkan anggaran Rp900 miliar bantuan SPP untuk 3.720 SMA/SMK di seluruh Jawa Timur, baik negeri maupun swasta, pada 2019 ini. Sebagaimana dikatakan Khofifah, bantuan ini akan mulai disalurkan Juli mendatang.

Menurutnya, keinginan Risma agar SMA/SMK kembali ke Pemkot Surabaya tidak sesuai dengan UU Pemda. Sesuai UU itu, sudah sejak 2017 lalu wewenang pengelolaan SMA/SMK telah beralih ke Pemerintah Provinsi.

“Sebenarnya tidak perlu menentang undang-undang seperti itu. Kabupaten/Kota itu kalau mau peduli, bisa kok. Batu itu resmi memberi (bantuan), Pasuruan itu resmi memberi. Itu kan rakyatnya. Ya, tergantung niatnya,” ujarnya.

Dia memastikan, tidak mungkin ada lagi siswa SMA/SMK putus sekolah di Jawa Timur. Dia justru menyanggah pendapat bahwa faktor penentu putus sekolah siswa SMA/SMK karena SPP yang tidak gratis.

“Bukan karena SPP, putus sekolah itu. Karena perilaku. Bukan karena SPP, bukan karena faktor ekonomi. Tapi karena perilaku siswa itu yang sulit. Begitu,” ujar Saiful.

Karena itu dia kembali menegaskan, Pemkot Surabaya tidak perlu risau soal SPP. Tidak perlu meminta kembali kewenangan pengelolaan SMA/SMK karena Pemprov juga berkomitmen memberikan bantuan SPP.

Sebelumnya, Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya sempat bertemu dengan Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim sebelum pelantikan Gubernur oleh Presiden. Saat itu, Risma mengutarakan maksudnya agar SMA/SMK kembali ke Pemkot Surabaya.

Saat itu Risma menangkap sinyal positif dengan mengatakan, “kayaknya ibunya (Khofifah) setuju.” Bahkan, setelah pertemuan itu Risma menyatakan akan menyiapkan anggaran Rp600 miliar dari Silpa APBD 2018 untuk Bopda, bantuan fisik sekolah, dan kebutuhan lain SMA/SMK negeri dan swasta di Surabaya.(den/dwi)

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs