Sidang lanjutan perkara amblesnya Jalan Raya Gubeng kembali digelar di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (28/10/2019). Pada sidang kali ini menghadirkan tiga saksi dari Pemerintah Kota Surabaya.
Mereka adalah Eri Cahyadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Chalid Bukhori Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Surabaya, dan Lasidi Kabid Tata Bangunan Dinas Perumahan Rakyat Pemukiman Cipta Karya dan Tata Ruang.
Anton Widyopriyono Ketua Majelis Hakim mengawali sidang dengan menyumpah ketiga saksi. Kemudian, dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan dari para saksi. Namun, tiba-tiba satu saksi tidak dapat mengikuti persidangan.
Sebab, namanya tidak tercantum dalam berkas perkara PT Saputra Karya ataupun jaksa. Dia adalah Chalid Bukhori Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Surabaya. Namanya ada di berkas perkara PT NKE. Sehingga, Hakim meminta Chalid untuk keluar dari ruang sidang.
“Mohon maaf Pak Chalid, anda di luar dulu ya?”, kata Anton.
Selanjutnya, saksi pertama yaitu Eri Cahyadi menjawab pertanyaan dari jaksa. Itu terkait perizinan proyek di Jalan Gubeng tersebut. Eri mengungkapkan, perizinan yang masuk sudah sesuai dengan Peraturan Wali (Perwali) Kota Surabaya.
“Tadi kan syarat memasukkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah disebutkan macam-macam ya. Ada ABCD dan itu sudah terpenuhi. Kalau sudah dipenuhi kan harus dibuat. Pemohon IMB itu pihak PT Saputra Karya,” kata Eri saat ditemui usai sidang.
Proyek Gubeng Mixed Use Development itu sempat dihentikan dan disebut-sebut karena permasalahan perizinan. Menanggapi hal itu, Eri meluruskan bahwa itu bukan karena IMB melainkan terkait Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Dulu itu warga menyampaikan ada kebisingan terus kok ada debu. Itu hubungannya dengan AMDAL bukan IMB. Kalau AMDAL udah beda urusannya, bukan dinas saya. Tapi kalau AMDAL ada permasalahan, harusnya pembangunan emang harus dihentikan dulu,” jelasnya.
Terkait perubahan izin proyek yaitu penambahan beberapa lantai ke atas, Eri menyebutkan tidak ada masalah. Selama ketinggian bangunan itu tidak melebihi aturan Perwali dan Dinas Perhubungan.
Sementara itu, Martin Suryana Ketua Tim Penasehat Hukum PT Saputra Karya menilai keterangan Eri Cahyadi sesuai dengan fakta. Bahwa segala perizinan yang dilakukan PT Saputra Karya sudah sesuai prosedur.
Itu menguatkan bahwa, proyek tersebut sudah mengantongi izin dan sudah dilakukan sesuai aturan.
“Semuanya ada izinnya. IMBnya pun lengkap dan tidak benar ada hal yang mengatakan bahwa proyek ini ada perubahan peruntukan. Yang semula rumah sakit jadi hotel. Tidak! Tetap rumah sakit hanya ditambah fungsinya. Sehingga menjadi Mixed Used Development,” jelasnya.
Pengerjaan proyek Mixed Used Development yang sempat berhenti, lanjut dia, juga tidak ada kaitannya dengan perizinan.
“Tapi kaitannya dengan keluhan masyarakat. Jadi, sebelum pembangunan yang riil itu kan ada pembangunan awal disebut pekerjaan pendahuluan. Seperti pile integrity test (PIT). Itu memang tidak dipersyaratkan harus menunggu IMB keluar. Tapi ada izin khusus dari Pemkot dan itu sudah ada tertanggal 22 Agustus 2013,” kata dia.
“Ada izinnya memang bukan IMB, tapi izin pendahuluan pekerjaan. Mungkin Pemkot memenuhi keluh kesah masyarakat makanya dihentikan. Apa keluhannya? ya mungkin karena kebisingan dan lain-lain,” pungkasnya. (ang/iss/ipg)