Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur menyetujui sembilan poin tuntutan buruh yang disampaikan saat rapat koordinasi antara perwakilan serikat pekerja dengan gubernur di Kantor Gubernur Jatim, Rabu (1/5/2019).
Satu di antara sembilan poin yang disepakati Khofifah adalah penyusunan Sistem Jaminan Pesangon yang akan mengikat perusahaan agar membayar pesangon pekerja yang di-PHK maupun yang pensiun.
Jazuli, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur menyebutkan, Sistem Jaminan Pesangon yang ada pada poin kesembilan tuntutan buruh adalah yang pertama akan dibentuk di Indonesia dan daerah lain belum ada.
Khofifah menjelaskan, untuk Sistem Jaminan Pesangon ini dia masih meminta Tim yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja seluruh Jawa Timur untuk merumuskan pengamalan sistem yang akan dibuat itu.
“Tadi, saat rapat, saya minta dibikin exercise (pengamalan), setelah itu kami akan undang Korsupgah (koordinasi, supervisi, dan pencegahan) KPK. Payung hukumnya apa?” katanya usai menemui buruh.
Dia memisalkan, bila payung hukumnya berupa Perda, harus ada pembahasan dengan DPRD Provinsi Jawa Timur dan harus melalui koordinasi dan konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri.
Sedangkan bila berupa Peraturan Gubernur (Pergub), Khofifah juga meminta tim gabungan perwakilan serikat pekerja itu agar mendetailkan bagaimana seharusnya tingkat imperatif Pergub itu bagi perusahaan.
“Kami sudah mendiskusikan ini, tadi. Secara prinsip, para buruh harus mempunyai masa depan yang terjamin. Sehingga, format-format yang harus disiapkan, kami lihat koridor-koridor hukumnya,” katanya.
Jazuli Sekjen KSPI Jatim mengatakan, tuntutan berkaitan Sistem Jaminan Pesangon ini berangkat dari fakta tentang usia pekerja yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja di Jawa Timur.
“Rata-rata usia mereka 30-40 tahun. Kalau mereka pensiun usia 55 tahun, maka kurang lebih 25 tahun lagi, sekitar 2040. Dengan kenaikan upah 8-10 persen, bisa-bisa tahun itu UMK kita Rp15 juta-Rp17 juta, maka perusahaan wajib membayar sekitar 35 kali upah, atau kisaran Rp400-Rp500 juta,” katanya.
Tuntutan agar Gubernur Jatim membuat sistem jaminan pesangon itu berangkat dari pertanyaan, misalnya pekerja di perusahaan itu ribuan, apakah perusahaan sudah menyiapkan uang sebesar itu? Para buruh khawatir, bila tidak disiapkan sekarang, pada saatnya nanti perusahaan keberatan.
“Akhirnya, banyak yang lari ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan lain-lain. Kami tidak inginkan itu. Prinsipnya, bagi kami, keadilan harus diberikan kepada pekerja. Di zaman 4.0 ini, sudah bukan waktunya keadilan diperjuangkan lagi. Seharusnya negara hadir untuk memberi keadilan,” katanya.
Pada praktiknya, hasil diskusi serikat pekerja dengan Gubernur, harus ada win-win solution dalam Sistem Jaminan Pesangon. Menurut Jazuli, setidaknya sistem ini akan mengingatkan perusahaan untuk mencicil pesangon itu.
“Jadi perusahaan tidak terlalu berat. Mulai hari ini mereka cicil, bisa ditaruh di Bank Jatim, misalnya, atau di mana saja, terserah. Yg pasti dicicil. Sehingga saat buruh meninggal dunia, pensiun, atau perusahaan tutup, sama-sama enak,” katanya.
Tidak hanya soal sistem pesangon, ada delapan poin tuntutan lain yang telah disetujui Khofifah dengan menandatangani sembilan poin tuntutan Peringatan Hari Buruh Internasional (Mayday) itu.
Seperti tuntutan tahun-tahun sebelumnya, buruh meminta Khofifah membuat surat ke Mahkamah Konstitusi agar melakukan kajian ulang atas Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Tidak hanya itu, para buruh di Jalan Pahlawan juga bersorak ketika Jazuli membacakan poin tuntutan keempat tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota, yang mana Gubernur Jatim setuju membuat edaran kepada kepala daerah agar mengusulkan UMSK 2020.
Buruh juga bersorak, karena Khofifah juga menyepakati poin keenam tentang penertiban perusahaan yang menerapkan perjanjian kerja waktu tertentu atau yang biasa dikenal outsourcing di Jawa Timur.
Sembilan poin tuntutan ini sebagaimana kesepakatan dengan Gubernur, akan didetailkan oleh Tim Perwakilan Serikat Pekerja dengan target maksimal enam bulan untuk kemudian mulai dibahas bersama Pemprov Jatim. (den/bas/ipg)