Sejumlah seniman di Surabaya melakukan aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan tidak jauh dari Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, tempat berlangsungnya Serah Terima Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Senin (18/2/2019).
Seniman, baik musisi, pemain teater dan sejumlah seniman dari berbagai bidang seni lainnya berkumpul di Jalan Indrapura membawa spanduk dan pamflet penolakan RUU Permusikan. Mereka berorasi dan membaca puisi penolakan RUU tersebut.
Indra Surya Purnama musisi Koordinator Aksi ini mengakui, mereka sengaja berunjuk rasa bertepatan dengan Sertijab Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur. “Harapannya, supaya suara kami menolak RUU Permusikan ini didengar,” ujarnya.
Selain itu, Indra juga mengatakan, para seniman meminta agar Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dan Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) kembali menjadi milik rakyat.
“Selama ini, birokrasi di sana tidak transparan. Ada biaya sewa tempat yang kurang masuk akal,” katanya.
Yang dia maksudkan tempat adalah Balai Pemuda maupun Gedung Kesenian Cak Durasim. Seniman Seni Rupa maupun Teater yang hendak menyewa tempat untuk pameran lukisan atau menggelar pertunjukan teater di sana selalu dibebani biaya yang mahal.
“Kalau teater sekitar 9-10 juta untuk satu gedung untuk sekali pertunjukan. Ini tentu memberatkan seniman,” katanya.
Tidak hanya itu, para seniman ini meminta ada kebijakan yang pro seniman. Seringkali, kata Indra, para seniman ini tidak diizinkan menggunakan ruang publik seperti taman.
“Saat menggelar perpustakaan jalanan, atau melukis di taman, seringkali seniman ini diusir,” katanya.
Para seniman ini telah beberapa kali melakukan unjuk rasa. Kamis pekan lalu, mereka melakukan unjuk rasa di depan Makam WR Soepratman. Kali ini mereka melakukannya bertepatan Sertijab Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
Soal RUU Permusikan, mereka bersikukuh menolaknya. Ada beberapa pasal yang mereka tolak, tapi mereka enggan bila perlakuannya hanya sebatas revisi. Mereka meminta RUU Permusikan ini ditiadakan.
Salah satu pasal yang menjadi perhatian mereka, salah satunya tentang sertifikasi para musisi. Pasal 5 di draft RUU Permusikan itu dianggap akan mengekang dan cenderung represif terhadap kebebasan berekspresi.
Sementara itu, Khofifah Indar Parawansa saat ini sedang melakukan sinkronisasi program Nawa Bhakti Satya dengan RPJMD. Salah satu yang akan menjadi fokusnya pada 99 hari pertama ini adalah kinerja Organisasi Perangkat Daerah.
Monitoring kecepatan, efektivitas, ketanggapan, transparansi, dan respons (Cetar) untuk melayani masyarakat menjadi perhatian Khofifah-Emil pada 99 hari pertamanya. Masyarakat, kata Khofifah, bisa turut mengawasi apakah OPD atau dinas terkait sudah Cetar atau belum.
Tidak terkecuali Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang membidangi urusan kesenian dan budaya, di mana Dewan Kesenian di Jawa Timur bernaung pada OPD ini.(den/tin/ipg)