Rantai prostitusi yang kokoh hanya bisa diputus jika pengguna (user) jasa bisnis haram itu juga dihukum berat. Prof. Bagong Suyanto Sosiolog Fisip Unair mengatakan, selama ini tidak pernah ada pengguna jasa prostitusi yang diekspos pihak berwajib apalagi sampai dihukum.
“Dalam prostitusi ada hukum penawaran dan permintaan. Selama ini aparat kepolisian yang ditangani penawarannya, muncikarinya atau artisnya yang diproses. Tapi usernya belum. Kita aja belum tau siapa usernya PA ini. VA juga. Kita tidak tau,” ujar Prof. Bagong menyontohkan kasus prostitusi yang melibatkan artis dan publik figur.
Menurutnya, harus ada keseimbangan penindakan antara penawaran (muncikari) dan permintaan (user). Ia berpendapat, aparat berwajib sebaiknya juga mengekspos secara terbuka user jasa prostitusi yang tertangkap.
“Karena ini soal sanksi sosial. ini penting. Jangan sampai yang dipermalukan hanya artisnya. Tapi usernya tidak,” tegasnya.
Ia berpendapat, pengguna jasa prostitusi seharusnya bisa dijerat UU tindak pidana perdagangan orang (Traffiking). Sebab, pembeli (user) juga terlibat dalam transkasi jual beli manusia tersebut.
“Mencari celah-celah aja lah. Tinggal komitmen kita seperti apa. Kalau memang belum ada perangkatnya ya dibuat. Kalau perlu direvisi UU yang memungkinkan user diproses lebih keras,” jelas Prof. Bagong.
Ia menilai, PSK yang terlibat dalam prostitusi adalah korban. Sebab, baginya tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang bercita-cita menjadi pelacur. Umumnya, mereka masuk ke dunia haram tersebut karena jebakan maupun desakan ekonomi.
“Kalau user kan laki-laki hidung belang yang duitnya banyak dan mereka menginginkan layanan seksual, lalu melakukan yang sebetulnya mengkomodifikasi dan mendehumanisasi para pelacur, karena hanya memenuhi hasrat nafsunya saja. Seharusnya usernya juga dihukum berat,” pungkasnya. (Bas/rst)