Joko Widodo Presiden meminta DPR periode 2014-2019 untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurut Presiden, masih ada substansi dalam RKUHP yang perlu disempurnakan dengan mengakomodir berbagai masukan dari masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi Presiden, Jumat (20/9/2019), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
“Saya terus mengikuti perkembangan pembahasan RKUHP secara saksama. Setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi-substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan, masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut,” kata Presiden.
Sebagai bentuk keseriusan Pemerintah menunda pengesahan RKUHP, Jokowi memerintahkan Yasonna Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan Laoly menyampaikan permintaan penundaan kepada DPR.
“Saya telah perintahkan Menkum HAM untuk menyampaikan sikap ini pada DPR RI, yaitu pengesahan RKUHP agar ditunda. Supaya pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” tegasnya.
Selain itu, Presiden juga menginstruksikan Menkum HAM mendengarkan berbagai masukan masyarakat, untuk dimasukkan ke dalam draf RKUHP.
“Saya perintahkan Menkum HAM kembali menjaring masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan penyempurnaan RKUHP yang ada,” timpalnya.
Kepala Negara menjelaskan bahwa saat mencermati setiap pasal yang ada, Presiden setidaknya menemukan kurang lebih 14 pasal yang masih harus ditinjau kembali. Untuk itu, pemerintah akan mengomunikasikan hal tersebut baik kepada DPR maupun masyarakat.
“Tadi saya melihat materi-materi yang ada, substansi-substansi yang ada, ada kurang lebih 14 pasal. Nanti ini yang akan kami komunikasikan baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada,” ujarnya.
Lebih lanjut, Presiden berharap DPR periode sekarang punya sikap yang sama dengan pemerintah, dan sepakat untuk menunda pengesahan RUU KUHP.
“Saya harap DPR juga punya sikap yang sama sehingga pembahasan RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR periode selanjutnya,” harap Jokowi.
Sekadar informasi, RKUHP yang rencananya akan disahkan DPR RI periode 2014-2019, mendapat kecaman dan penolakan dari berbagai kalangan masyarakat.
Karena, dalam RKUHP tersebut ada banyak aturan kontroversial, antara lain Pasal 604, 605, dan 607 mengatur ancaman pidana korupsi yang lebih ringan dibandingkan UU Tindak Pidana Korupsi.
RKUHP juga tidak mengakomodir Pasal 15 yang bisa menjerat orang yang mencoba, membantu, dan melakukan pemufakatan jahat untuk tipikor dihukum setera dengan delik penuh.
Kemudian, pasal tipikor dalam RKUHP tidak menerapkan adanya pidana tambahan berupa uang pengganti. (rid/iss/ipg)