Minggu, 24 November 2024

Peserta BPJS Kesehatan di Jatim Hanya Tumbuh 9,2 Persen dalam Satu Semester

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jawa Timur ditargetkan memiliki jumlah kepesertaan mencapai 95 persen atau sekitar 38 juta jiwa hingga akhir 2019. Tetapi selama semester pertama tahun ini, peserta BPJS Kesehatan di Jatim hanya tumbuh 9,2 persen.

Data BPJS Kesehatan Jawa Timur, sampai 26 Juni 2019, jumlah peserta BPJS Kesehatan di Jawa Timur sebanyak 29,4 juta jiwa dari total 40,9 juta jiwa penduduk Jawa Timur. Baru 72 persen penduduk di Jatim yang sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Sementara, data BPJS Kesehatan Jatim hingga Desember 2018 lalu, jumlah peserta di Jawa Timur sebanyak 26,9 juta jiwa. Artinya, selama enam bulan, hingga akhir Juni kemarin, penambahan jumlah peserta BPJS Kesehatan hanya sebanyak 2,5 juta atau sekitar 9,2 persen saja.

Padahal, untuk mencapai target 95 persen penduduk Jawa Timur pada 2019, BPJS Kesehatan setidaknya harus mendapatkan 1 juta peserta baru setiap bulannya hingga akhir 2019. Target cakupan kesehatan universal (universal health coverage/UHC) di Jawa Timur pun terancam tidak tercapai pada 2019.

Handaryo Deputi Direksi BPJS Kesehatan Jawa Timur mengatakan, cakupan kepesertaan di Jawa Timur ini memang mengalami pertumbuhan yang cukup lambat dibandingkan target yang harus dicapai oleh badan pelaksana jaminan sosial ini.

“Pertanyaannya, masyarakat yang mana yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan ini? Salah satunya adalah kelompok masyarakat sehat yang sudah memiliki asuransi swasta,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Selasa (2/7/2019).

Kendalanya, kata Handaryo, BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk mengakses orang per orangan untuk mengajak mereka menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.

Karena itulah, BPJS Kesehatan berharap adanya peran serta dari Pemerintah Daerah, baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi Jawa Timur untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah 86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif berkaitan kepesertaan Jaminan Sosial.

“Jadi, untuk mencapai UHC ini memang butuh dukungan dari Pemda dengan menerapkan sanksi administratif bagi mereka yang belum menjadi peserta JKN. Misalnya dalam pengurusan SIM, IMB, atau Paspor, ditanyakan juga apakah yang bersangkutan sudah terdaftar sebagai peserta JKN, kalau belum diminta mendaftar dulu,” katanya.

Tidak hanya PP 86/2013, Handaryo juga menyinggung tentang Instruksi Presiden 8/2017 mengenai komitmen lembaga-lembaga negara dalam mendukung Jaminan Kesehatan Nasional. Termasuk di dalamnya gubernur, bupati, dan wali kota.

Handaryo pun berharap pemerintah daerah tetap pada komitmennya untuk mendukung program JKN ini sesuai dengan dua regulasi tersebut. Setidaknya dengan membuat regulasi penerapan sanksi administratif ini bagi masyarakat yang belum menjadi peserta JKN.

Kohar Hari Santoso Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mengatakan, apa yang disampaikan Handaryo ada benarnya. Namun, dia mengatakan, seharusnya BPJS Kesehatan belajar dari BPJS Ketenagakerjaan.

“Sekarang ini, kan, yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan itu adalah pekerja informal. Mereka yang tidak memiliki bendahara yang membayar mereka. Sama seperti BPJS Ketenagakerjaan. Dan mereka bisa mencakup semuanya,” katanya.

Kohar mengatakan, BPJS Kesehatan seharusnya meningkatkan upaya sosialisasi kepada masyarakat demi meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya menjadi peserta JKN.

“Meskipun memaksa mereka untuk mendaftar dengan sanksi administratif itu bisa dilakukan. Tetapi, bukankah akan lebih baik bila masyarakat itu sadar untuk mendaftarkan dirinya sebagai peserta?” katanya.(den/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs