Kasus prostitusi online yang ditangani oleh Polda Jatim terus menjadi sorotan publik. Kasus ini masih ramai diperbincangkan, ditambah munculnya ratusan inisial terduga artis dan model yang belum sepenuhnya terungkap.
Munculnya spekulasi di kalangan masyarakat terkait inisial itu, membuat kehidupan artis Cathy Sharon merasa terusik. Hal ini dia sampaikan dalam acara The Editor’s Talk “Media Meliput Perempuan”, di Garden Palace, Surabaya, yang merupakan rangkaian peringatan Hari Pers Nasional 2019, Jumat (8/2/2019).
Mantan VJ MTV ini mengatakan, dirinya sudah dua kali dituduh terlibat bisnis haram tersebut. Pada 2015, sebuah media cetak mencantumkan nama Cathy dan dituduh terlibat dalam kasus prostitusi online yang dilakukan oleh muncikari Robby Abas.
“Pada 2015 sempat ada sebuah media cetak yang mencantumkan nama saya dengan harga dan nama-nama teman artis lain. Isu ini keluar bertepatan dengan proses perceraian saya. Waktu itu saya belum bertindak untuk lapor, karena saya fokus ke perceraian dan ingin cerai ini tidak ada yang tahu,” kata dia.
Lama tenggelam, isu prostitusi tersebut kembali muncul. Di awal 2019, nama Cathy Sharon kembali terseret dalam kasus prostitusi online yang ditangani Polda Jatim. Ini diperparah dengan menyebarnya foto editan Cathy di katalog prostitusi.
Cathy merasakan betul dampak yang dia terima dari isu tersebut. Di mana, dia kerap menjadi buah bibir di lingkungannya. Geram dengan isu yang tersebar itu, Cathy akhirnya melaporkannya ke pihak polisi.
“Ya, nama saya keseret-seret lagi. Kali ini malah ada foto saya yang diedit. Pakai wajah saya, tapi badannya orang lain. Kenapa saya membuat laporan polisi, karena ada dorongan dari teman. Saya public figur tapi saya juga ibu rumah tangga, saya punya keluarga. Ini buat jejak digital saya. Anak-anak saya pastinya nanti akan membaca. Syukur-syukur kalau pelakunya ketemu,” harapnya.
Menurut Cathy, namanya yang tiba-tiba terseret ini karena inisial artis dan model yang disebutkan polisi yang membuat berkembangnya spekulasi di publik. Tanpa klarifikasi, publik semudah itu mudah menyimpulkan.
Dia berharap, media lebih berhati-hati dalam mengemas berita. Termasuk memahami mana ranah publik dan pribadi. Dia ingin, media lebih berempati pada perempuan.
“Perspektif saya, ada baiknya tahu mana ranah privasi dan publik. Saya juga seseorang yang suka baca dan berharap lebih berempati pada wanita. Saya yang merasakan sendiri dituduh seperti itu bagaimana,” kata dia. (ang/iss)