Sabtu, 23 November 2024

Pengadilan Tipikor Lanjutkan Sidang Terdakwa Korupsi Pengadaan Vaksin Flu Burung

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi vaksin. Foto: Getty Images/iStockphoto

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, hari ini, Senin (19/8/2019), akan kembali menggelar sidang perkara korupsi proyek pengadaan reagen dan consumable untuk penanganan Virus Flu Burung menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Agenda sidang lanjutan dengan terdakwa Freddy Lumban Tobing Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) adalah mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada sidang pekan lalu, Freddy Lumban Tobing didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi dengan cara korupsi sehingga merugikan negara Rp12,3 miliar.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu sejumlah Rp 12.331.470.909,” kata Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Jaksa menemukan bukti, Freddy mendapat keuntungan Rp10,8 miliar dan PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD) sebanyak Rp 1,4 miliar.

Keuntungan itu didapat sesudah Freddy mengatur proses pengadaan Reagen dan Konsumable Penanganan Virus Flu Burung dari DIPA APBN-P TA 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, agar PT KFTD yang sebelumnya sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada PT CPC untuk ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa.

Perbuatan Freddy itu dilakukan bersama Ratna Dewi Umar Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, Siti Fadilah Supari Menteri Kesehatan, dan Tatat Ramita Utami Direktur Trading PT KFTD.

“Dengan cara mempengaruhi panitia pengadaan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Spesifikasi Teknis Barang, Daftar Barang dan Jumlah Barang berdasarkan data yang berasaldari PT CPC dengan Spesifikasi yang mengarah pada merk/produk perusahaan tertentu sesuai keinginan PT CPC,” jelas jaksa.

Menurut Jaksa KPK, awalnya Freddy mendapatkan informasi dari staf PT KFTD Sulistiyono mengenai perusahaannya akan mengikuti pengadaan Reagen dan Konsumable pada Departemen Kesehatan.

Kemudian Freddy bertemu Tatat untuk menyepakati PT CPC akan mendukung PT KFTD atas pengadaan tersebut serta memberikan harga penawaran Rp27,7 miliar.

Setelah itu, Ratna Dewi mendapatkan arahan dari Siti Fadilah dalam rangka pengadaan Reagen dan Konsumable dengan metode penunjukkan langsung dan nantinya dikerjakan oleh Tatat Rahmita dari PT KFTD.

“Ratna Dewi Umar memerintahkan agar Panitia Pengadaan bersiap melaksanakan proses pengadaan dengan metode Penunjukkan Langsung dengan alasan situasi masih dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung dan menunjuk sebagai pelaksana pekerjaan adalah PT KFTD, untuk itu Ratna Dewi Umar memerintahkan Usman Ali menyiapkan administrasi surat usulan Penunjukkan Langsung,” kata jaksa.

Atas pengadaan itu, jaksa menyebut PT KFTD menerima pembayaran Rp26,3 miliar dari panitia pengadaan. Kemudian uang tersebut ditransfer ke PT CPC untuk membayar pembelian Reagen dan Konsumable. PT KFTD pun mendapatkan management fee sejumlah Rp1,4 miliar.

“Selanjutnya PT CPC melakukan pembayaran harga Reagen dan Konsumable kepada PT Elo Karsa Utama sejumlah Rp14,3 miliar sehingga uang yang dinikmati oleh terdakwa selaku Direktur Utama PT CPC sejumlah Rp10,8 miliar,” papar jaksa.

Atas perbuatan itu, Freddy didakwa bersalah melanggar pasal Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. (rid/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs