Jumat, 22 November 2024

Pendukung Revisi UU KPK Lebih Terkoordinir dan Narasi Taliban Efektif Lemahkan KPK

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ismail Fahmi Peneliti dari Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dalam diskusi bertema "Membaca Strategi. Pelemahan KPK : Siapa Yang Bermain?" di gedung ITS Tower, Jalan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Ismail Fahmi Peneliti dari Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang juga analis Drone Emprit Akademik menegaskan, para pendukung revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan tindak pidana Korupsi menggunakan narasi ‘Taliban’ untuk melemahkan KPK. Dan ternyata, narasi tersebut efektif melemahkan lembaga anti rasuah itu.

“Narasi KPK dan Taliban sangat efektif untuk propaganda sebagai awal untuk melemahkan KPK. Isu KPK ada Taliban dimainkan terus menerus di media sosial,” ujar Ismail dalam diskusi bertema “Membaca Strategi. Pelemahan KPK : Siapa Yang Bermain?” di gedung ITS Tower, Jalan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).

Dia melihat adanya fenomena cyber trooping dan computing propaganda yang mengawal isu KPK di Media Sosial (Medsos).

Kata Ismail, isu adanya Taliban di KPK dimainkan terus menerus di Medsos, sehingga menjadi entry point untuk masuk ke agenda selanjutnya.

Menurut Ismail, kelompok yang pro revisi UU KPK jauh lebih terkoordinasi dan profesional.

“Narasi Taliban dilengkapi dengan sejumlah tagar dan meme. Meme nya juga tampak dibuat sengaja, menggambarkan kalau KPK dihuni orang-orang yang disebut Taliban tadi bermata merah, celana cingkrang, berjenggot dan lainnya,” tegas. Ismail.

Sementara kelompok yang menolak revisi UU KPK, kata Ismail, cenderung tidak terkoordinasi dan hanya beberapa influencer. Akhirnya kelompok yang menolak inipun kalah dengan yang pro.

“Aktivitas digital ini many clicks but little stick, jadi kita ribut punya whatsap grup banyak yang menolak revisi itu, tetapi kita sebenarnya ribut di whatsap itu aja. Kita tidak punya basis di akar rumput dan gagal membangun basis ke rumput,” kata dia.

Ismail menegaskan kalau ini merefleksikan kegagalan masyarakat sipil dalam kampanye anti korupsi.

Ismail juga menyebut Survei Kompas 40 persen publik setuju revisi Undang-Undang KPK itu membuktikan kegagalan membangun kesadaran pentingnya KPK.(faz/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs