Jumat, 22 November 2024

Pemprov Kaji Dampak Kenaikan Iuran, BPJS Kesehatan Jatim Tunggu Pusat

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi

Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jawa Timur mengatakan, dia masih mengkaji dampak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi warga Jawa Timur.

“Kami harus cermat melihat kebijakan ini. Bagaimana menyikapinya. saya rasa terlalu dini kami membuat statemen,” kata Emil di Kantor Gubernur Jatim.

Dia mengaku masih menghitung konsekuensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Terutama bagi peserta kelas satu dan kelas dua BPJS Kesehatan.

Menurutnya, tantangan pemerintah berkaitan rencana kenaikan iuran ini adalah tingkat kepatuhan membayar iuran setelah penerapan kebijakan.

Emil mengatakan, dia sudah berdiskusi dengan Direktur RSUD Dr Soetomo. Satu sisi kebijakan ini bisa mengurangi tunggakan, di sisi lain berkaitan kesejahteraan rakyat.

“Jadi saya hanya bisa memberikan sedikit gambaran kompelksitas isunya, dan bagaimana kami dengan seksama akan mengambil sikap,” kata Emil, seperti dilansir Antara.

Kohar Hari Santoso Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mengatakan, rencana kenaikan iuran ini yang menghitung adalah BPJS Kesehatan.

Menurutnya, ada prinsip asuransi pada BPJS Kesehatan. Ada tiga prinsip dalam asuransi, pertama kepersetaan, kedua pelayanan, ketiga pembayaran klaim.

“Kepesertaan katakan 1.000, dari 1.000 itu rutin enggak mereka bayar iuran? Itu seninya BPJS kesehatan,” katanya.

Sementara, Handaryo Deputi Direktur BPJS Kesehatan Jawa Timur mengatakan, dia masih menunggu terbitnya Peraturan Presiden mengenai kenaikan iuran.

“Itu, kan, kewajiban Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengevaluasi kecukupan iuran. Skema berikutnya kami belum tahu, masih menunggu Perpres,” ujarnya.

Sebetulnya, konsep BPJS Kesehatan terkait pendapatan harus bisa mencukupi biaya yang harus dibayar. Sesuai regulasi kalau iuran belum cukup, pemerintah yang menanggung.

“Ya, harapannya konsisten itu saja sih. Kalau memang iurannya belum diterapkan sesuai hitungan aktuaria, ya, kekurangannya tetap ditutupi dana pemerintah,” katanya.

Adapun kekurangan iuran untuk menutupi biaya pelayanan kesehatan di Jawa TImur, kata dia, antara Rp3 triliun-Rp4 triliun per tahun.

Perlu diketahui, pemerintah pusat sudah bulat menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menutup defisit yang terjadi.

Perpres mengenai kenaikan iuran BPJS ini dipastikan terbit sebelum pelantikan Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Namun, penerapan kenaikan iuran ini baru berlaku pada Januari 2020 mendatang. Iuran yang naik hanya untuk peserta kelas satu dan kelas dua saja.

Sebelumnya iuran kelas satu BPSJ Kesehatan Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu, sedangkan kelas dua dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu.(den/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs