Pelaku pemboman sebuah gereja di Pulau Jolo, Filipina, belum terkonfirmasi sebagai warga negara Indonesia (WNI) menyusul tuduhan yang dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano mengenai keterlibatan warga Indonesia dalam insiden tersebut.
Menurut Arrmanatha Nasir Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, tim dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri telah berada di Jolo untuk membantu proses investigasi.
“Dari hasil identifikasi yang mereka lakukan atas potongan-potongan tubuh jenazah di gereja tersebut, semuanya cocok dengan sekitar 20-an jenazah yang DNA-nya terkonfirmasi sebagai korban,” kata Arrmanatha seperti dilansir Antara, Jumat (15/2/2019).
Sepanjang proses investigasi yang masih berlangsung, belum dapat disimpulkan bahwa pelaku pemboman yang mengakibatkan 22 orang meninggal dunia dan 100 orang luka-luka adalah WNI.
“Mereka (otoritas Filipina) menyatakan ada seorang laki-laki dan perempuan yang mendekat (ke gereja) sebelum kejadian. Tetapi, sampai saat ini belum bisa dibuktikan secara forensik DNA bahwa kedua orang tersebut adalah WNI,” tutur Arrmanatha.
Dugaan mengenai keterlibatan dua WNI sebagai pelaku bom bunuh diri yang mengakibatkan 22 orang meninggal dunia dan 100 orang luka-luka pertama kali disampaikan oleh Eduardo Ano Menteri Dalam Negeri Filipina.
Dalam sebuah konferensi pers di Provinsi Visayas, Filipina, 1 Februari lalu, Ano menyebut pelaku bom bunuh diri adalah pasangan suami istri WNI bernama Abu Huda dan seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya.
Kedua pelaku dibantu oleh Kamah, anggota kelompok Ajang Ajang yang berafiliasi dengan kelompok Abu Sayyaf. Faksi tersebut telah menyatakan dukungannya kepada jaringan teroris ISIS.
Namun, berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan KBRI Manila dan KJRI Davao, pihak intelijen Filipina (NICA) sendiri belum mengetahui dasar penyampaian informasi yang dilakukan Menteri Ano tentang keterlibatan WNI dalam insiden tersebut.(ant/iss/ipg)