Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Surabaya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Negeri Tanjung Perak terhadap penetapan tersangka Ratih Retnowati Wakil Ketua DPRD Surabaya dari Fraksi Partai Demokrat dalam kasus dugaan korupsi Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas).
Herlina Harsono Njoto Bendahara DPC Partai Demokrat Surabaya mengatakan, selain membahas masalah hukum yang membelit salah satu Caleg Terpilih dari partainya, DPC masih berkoordinasi dengan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jatim membahas kesiapan pelantikan anggota DPRD Surabaya periode 2019-2024, dan penentuan Ketua Fraksi.
“Yang jelas kami tetap menghormati proses hukum, proses-proses hukum itu nanti. Kita ikuti proses hukum saja nanti seperti apa, sejauh ini kamu belum berandai-andai lebih jauh,” kata Herlina di Gedung DPRD Kota Surabaya Jl Yos Sudarso, Rabu (21/8/2019).
Sementara itu, Herlina mengatakan sejauh ini belum ada keputusan penundaan pelantikan dari Gubernur Jawa Timur terhadap anggota DPRD terpilih yang menjadi tersangka dugaan korupsi. Sebab, yang menetapkan naskah untuk pelantikan bukan berdasarkan surat usulan penundaan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tapi surat keterangan (SK) dari Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim.
“Jadi yang menetapkan naskah untuk pelantikan bukan berdasarkan surat penundaan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) tapi surat keterangan (SK) dari Gubernur,” katanya.
Sebelumnya, Nur Syamsi Ketua KPU Kota Surabaya menyampaikan, jika surat penundaan pelantikan sebagaimana amanat Peraturan KPU No. 5 tahun 2019 sudah dikirimkan ke Gubernur Jatim melalui Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya.
Menurutnya, dokumen tersebut menjadi salah satu kelengkapan usulan penundaan. Ketika KPU sudah menyampaikan, otomatis sudah menjadi bagian dari kelengkapan dokumen yang harus disampaikan.
“Itu menjadi salah satu dokumen wajib yang harus kami lampirkan di dalam surat pengajuan, usulan. Surat usulan sudah kami sampaikan ke Gubernur melalui Wali Kota,” kata Syamsi.
Syamsi menjelaskan, menurut Peraturan KPU (PKPU) No. 5 tahun 2018 pasal 33 ayat 4 berbunyi: apabila terdapat calon anggota terpilih yang ditetapkan menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi, maka KPU kabupaten atau kota mengusulkan penundaan pelantikan ke Gubernur melalui Wali Kota disertai dokumen lengkap sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Dalam klausul itu kewajiban KPU hanya mengusulkan, tidak lebih,” katanya.
Selanjutnya, kata Syamsi, mekanisme pelantikan bukan lagi ranah KPU tapi menjadi kewenangan penuh lembaga atau pihak yang melantik.
“Yang namanya penundaan itu bukan berarti penggantian. Maka penundaan sampai adanya putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum,” katanya. (bid/dwi)