Rangkaian peringatan Hari Pers Nasional 2019 di Surabaya diramaikan dengan beragam kegiatan, mulai Rabu (6/2/2019) hingga Sabtu (9/2/2019) mendatang. Termasuk Diskusi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2019 yang digelar di Auditorium UK Petra Surabaya.
Diskusi ini mengulas banyak pengalaman para jurnalis peraih anugerah jurnalistik tertinggi, yakni Piala Adinegoro. Para peserta yang didominasi dari kalangan akademisi memenuhi Auditorium untuk mengikuti diskusi.
Para pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro, juga hadir dan berbagi pengalamannya dalam menghasilkan karya jurnalistik terbaiknya.
Benny Hermawan Reporter Radio Republik Indonesia (RRI), salah seorang pemenang Adinegoro kategori Radio, sempat membagi bagaimana tingkat kesulitan mewawancarai narasumber dengan gangguan mental atau disabilitas mental. Karya Benny ini kemudian terpilih oleh dewan juri sebagai karya terbaik.
“Bayangan saya, rumah sakit jiwa itu kumpulan orang-orang tidak waras. Tapi ternyata saya salah, ternyata mereka justru paham segala sesuatunya dan lebih tahu dari kita. Contoh ketika saya bawa handphone merek tertentu, ada seorang pasien justru menjelaskan spesifikasi HP saya dengan benar. Begitu juga masalah politik, mereka paham meski di dalam tembok rumah sakit jiwa,” katanya kepada suarasurabaya.net, Kamis (7/2/2019).
Hasil karya Jurnalistik bertajuk “Suara Disabilitas Mental Dalam Demokrasi Rasional” RRI Surabaya menjadi yang terbaik dalam ajang Anugrah Jurnalistik Adinegoro 2019.
Karya yang mengangkat penyandang Disabilitas Mental di RSJ Dr. Radjiman Wediodinigrat, Lawang, Malang, Jawa Timur dalam demokrasi lima tahunan ini mampu mengalahkan peserta lainnya.
Sesuai tema “Masyarakat Pers Mengawal Pemilu yang Demokrat dan Bermatabat”, para juri Kategori Radio yang terdiri dari Errol Jonathans (Ketua Dewan Juri), Awanda Erna, dan Chandra Novriadi sepakat bahwa radio-radio peserta Anugerah Jurnalistik Adinegoro kali ini lebih berkualitas dalam teknik audio, human interest, objektif, dan tepat sasaran. Lugas, bermakna, sarat edukasi dan informatif, serta memiliki kepekaan yang tinggi.
Khususnya sang pemenang mampu mengemas karya imajinatif inovatif, edukatif, menghadirkan tema yang objektif dengan sentuhan human interest dan kepekaan yang tinggi. Mengompilasi isu hangat Pemilu sebagai objek pemberitaannya, menghadirkan kondisi psikologis yang diramu dengan apik, serta memupus stigma bahwa disabilitas jiwa selama ini tidak bisa apa-apa karena ternyata disabiIitas kejiwaan itu memiliki tingkatannya.
“Inilah pers yang peka menanggapi hot issue bahwa suara disabilitas kejiwaan ini juga memiliki hak dalam memilih. Kemasannya lengkap, ada pro-kontra dari elite politik, pihak medis yang mengungkap bahwa disabilitas ini memiliki tingkatannya. Ketika dalam kondisi benar, dia mampu berbicara benar dan logis. Edukasinya pun sarat, dari segi narasumber, akurasi, audio, lengkap sekali dan informasinya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan,” kata Errol Jonathans, CEO Suara Surabaya Media. (bid/wil/tin)