Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Unesa menyatakan kesiapannya untuk melakukan pendampingan bagi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus. Meski masih terbatas di lingkup kampus Unesa, Surabaya, Mutima Faidah Ketua PSGA menegaskan, jika ada kejadian di luar Unesa, mereka akan tetap memberikan respon sesuai dengan semangat menolak segala bentuk kekerasan seksual di kampus.
Ia menjelaskan, pendampingan yang akan dilakukan oleh PSGA akan terdiri dari beberapa tahap. Mulai dari mediasi hingga rekomendasi atas pelanggaran yang dilakukan. Ia menegaskan, PSGA tidak akan mengarahkan mediasi pada kata “damai” yang malah membuat korban menjadi depresi.
“Kalau toh kejadian terjadi, maka kami akan lakukan pendampingan pada korban, kita akan lakukan mediasi, mediasi bukan berarti damai, mediasi itu mencari titik amslah dimana, setekah itu advokasi, dan akan merujuk pada kebijakan universitas, dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan sebagainya,” ujar Mutima ketika ditemui di kampus Unesa, Surabaya pada Jumat (26/4/2019).
Selain pendampingan bagi korban kekerasan seksual, ia akan mengedepankan upaya preventif agar Unesa menjadi kampus yang benar-benar aman dan nyaman untuk belajar. PSGA akan menghimpun isu gender dan kekerasan seksual yang berkembang di kalangan mahasiswa.
“Apakah itu keluhan, atau hal-hal yang berkaitan isu gender dan kekerasan, yang barangkali menimpa, akan ada tindakan preventif dan solutif,” kata Mutima.
Ia berharap, gerakan yang dilakukan oleh PSGA bisa diketahui oleh seluruh civitas akademika Unesa secara spesifik dan mendapat dukungan dari berbagai pihak. Ke depan, ia berharap Unesa benar-benar menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar dan mengolah intelektualitas. (bas/tin/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
