Uji kelarutan obat adalah bagian penting guna mengetahui standar mutu obat yang beredar di masyarakat sesuai Farmakope Indonesia. BPOM memiliki tugas penting dalam mengawal keamanan obat yang beredar di tengah masyarakat.
Berdasarkan fakta tersebut, Yuliadi Kurniawan mahasiswa program studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Surabaya (Ubaya) ciptakan alat bantu Farmasis untuk uji kelarutan obat secara otomatis.
Alat temuan Yuliadi ini tentunya di masa mendatang dapat dipakai oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau laboratorium Farmasi untuk menguji standar mutu produksi obat berbentuk tablet.
“Seandainya larutan obat telah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa obat bisa diserap baik didalam tubuh. Ide awal pembuatan alat ini, karena saya melihat Farmasis masih menggunakan cara manual untuk pengambilan sampel larutan obat,” terang Yuliadi mahasiswa angkatan 2016 ini.
Cara kerja alat yang dibuat mahasiswa asal Sidoarjo ini dirancang secara otomatis menggunakan database yang telah diprogram pada Laptop atau komputer sehingga mempermudah Farmasis dalam pengambilan sampel larutan obat.
Setiap obat yang diuji memiliki syarat yang berbeda berdasarkan suhu, waktu, dan kecepatan pengadukan yang telah ditetapkan Farmakope Indonesia. Awalnya Farmasis dapat mengambil satu obat tablet yang akan diuji.
Kemudian memasukkan obat tablet ke dalam tabung yang berisi larutan untuk proses pengadukan sesuai yang ditentukan Farmakope Indonesia, sebagai contoh larutan Aquades atau HCl 0.1 N.
Setelah itu, Farmasis dapat mengisi database dengan identitas user (pengguna), nama obat, tanggal praktikum, suhu, waktu, dan kecepatan. Kemudian setelah terisi datanya maka Farmasis dapat menekan tombol mulai pada layar monitor untuk memulai proses uji kelarutan obat.
Nantinya terdapat alarm yang berbunyi sebagai pengingat jika uji kelarutan telah selesai sesuai waktu pengadukan yang telah ditentukan.
Sampel larutan obat yang sudah mengalami proses pengadukan secara otomatis akan diambil sebanyak 50 ml dan masuk pada gelas ukur yang akan diuji kembali untuk mengetahui kadar larutan obat.
“Pengambilan sampel secara otomatis, sehingga Farmasis tidak melakukannya secara manual menggunakan suntik. Kemudian Farmasis dipermudah dengan adanya tombol up dan down yang berfungsi menaikkan dan menurunkan box control untuk mengganti larutan atau memasukkan obat. Setiap kali melakukan praktikum maka data obat akan otomatis disimpan pada database sehingga Farmasis tidak perlu membuka buku lagi tetapi cukup mencari dari database saja,” papar Yuliadi, Kamis (7/11/2019).
Pembuatan konsep ide serta merancang alat dimulai pada bulan April 2019 dan rampung pengerjaannya dalam kurun waktu empat bulan.
Proses pembuatan alat tersebut yang membutuhkan waktu paling lama adalah tahap pengujian alat selama satu bulan.
Ada tujuh tahap dalam pengujian alat agar dapat digunakan dengan baik oleh Farmasis atau user (pengguna) yaitu uji suhu, uji Graphical User Interface (GUI), uji putaran, uji volume, uji hasil kadar larutan obat, uji user, dan uji database.
Selama proses pembuatan alat, mahasiswa yang gemar travelling ini menemukan tantangan pada bagian utama alat yaitu mekanik putaran dan pemanas yang berperan penting sebagai pengaduk obat.
Susilo Wibowo, S.T., M.Eng., Dosen pembimbing tugas akhir sekaligus Dosen program studi Teknik Elektro Universitas Surabaya menyampaikan bahwa alat yang dibuat Yuliadi merupakan karya dari tugas akhir berjudul: Perancangan Alat Uji Disolusi Secara Otomatis. Pengembangan alat uji kelarutan obat secara otomatis ini diharapkan dapat membantu BPOM atau praktikum laboratorium Farmasi dalam menguji standar mutu obat.
“Sebetulnya alat uji disolusi sudah ada dipasaran, namun banyak yang membeli dari luar dan harganya sangat mahal. Buatan mahasiswa kami terjangkau harganya. Standarnya juga teruji di BPOM. Semoga alat ini bisa dikembangkan dan memberikan banyak manfaat,” pungkas Susilo Wibowo, yang juga dosen pengampu Design System Digital.(tok/rst)