Sejumlah 822 desa di Jawa Timur berpotensi mengalami kekeringan pada kemarau 2019. Jumlah ini meningkat dibandingkan jumlah desa terdampak kekeringan pada tahun sebelumnya.
Sesuai data yang dibagikan akun resmi Instagram Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Provinsi Jawa Timur, Selasa (25/6/2019) dini hari, desa terdampak kekeringan 2018 sebanyak 725 desa.
Realisasi jumlah desa terdampak pada 2018 itu lebih banyak dari perkiraan desa berpotensi terdampak kekeringan, yang sempat diperkirakan BPBD Jatim hanya sebanyak 566 desa saja.
Sekadar mengingatkan, Minggu (23/6/2019) kemarin, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis, Jatim adalah salah satu provinsi yang akan mengalami hari tanpa hujan sangat panjang pada 2019.
Pusat Analisis Situasi Bencana (Pastigana) BNPB menyebutkan, hari tanpa hujan kategori sangat panjang di Jatim dan beberapa provinsi lainnya bisa terjadi selama 30 hari hingga 60 hari.
BPBD Jatim memperkirakan, dari 822 yang berpotensi mengalami kekeringan pada 2019 ini, 566 di antaranya akan mengalami kekeringan kritis.
Kekeringan kritis adalah kondisi di mana setiap orang hanya mendapatkan air kurang dari 30 liter per hari yang hanya cukup untuk minum dan masak. Selain itu, jarak sumber air dari permukiman penduduk mencapai lebih dari 3 kilometer.
Sebaran potensi desa terdampak kekeringan ini paling banyak di Kabupaten Sampang, Madura. Ada 67 desa yang diperkirakan akan mengalami kekeringan kritis.
Selain Sampang, di kabupaten Tuban juga ada 55 desa yang berpotensi mengalami kekeringan kritis.
Dan tiga Kabupaten lain yang sejumlah besar desanya diperkirakan terdampak kekeringan kritis. Di antaranya Kabupaten Lamongan, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Ngawi.
BPBD Jatim memperkirakan, ada sejumlah 45 desa di masing-masing kabupaten tersebut yang diperkirakan mengalami kekeringan kritis.
Sebagaimana dijelaskan data yang dibagikan di Instagram BPBD Jatim itu, peningkatan jumlah desa berpotensi kekeringan ini disebabkan adanya peningkatan suhu di wilayah khatulistiwa.
Peningkatan suhu di wilayah khatulistiwa itulah yang menyebabkan musim kemarau di Jawa Timur pada 2019 ini terjadi lebih awal dan lebih lama.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengklaim telah melakukan beberapa upaya antisipasi kekeringan ini. Pertama dengan melakukan analisis kebutuhan siaga darurat kekeringan, untuk pemenuhan kebutuhan air.
Monitoring dan evaluasi, juga koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota se-Jawa Timur akan dilakukan sebagai upaya antisipasi kedaruratan bencana kekeringan. Pos Komando Bencana Kekeringan BPBD Jatim juga akan diaktifkan.
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur dalam pesannya di akun resmi instagramnya mengimbau agar masyarakat menjaga kondisi kesehatan dengan makan makanan bergizi dan cukup.
“Waspadai pula potensi kebakaran lahan dan hutan, karena BMKG memprakirakan musim kemarau yang melanda Indonesia akan lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini berlangsung hingga September mendatang. Pemprov Jatim sendiri telah menyiapkan satgas khusus antisipasi dampak kemarau tersebut,” ujarnya.(den/dwi/rst)