Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) sebuah organisasi kemanusiaan akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court / ICC), Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ ICJ) atau UNHRC ( United Nation Human Right Council) jika Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap abai atas meninggalnya ratusan dan sakitnya ribuan petugas Pemilu 2019. MER-C menilai kejadian ini merupakan bencana kemanusiaan.
“Apabila pemerintah dan KPU tetap abai atas kasus bencana kemanusiaan Pemilu 2019 maka Mercy akan siapkan gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court / ICC), Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ ICJ) atau UNHRC ( United Nation Human Right Council),” ujar dokter Joserizal Jurnalis Pembina MER-C dalam konferensi pers di kantor MER-C, Jalan Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).
Menurut Joserizal, sejak berlangsungnya pemilihan umum eksekutif dan legislatif pada 17 April 2019 lalu hingga hari ini, kurva angka kematian dan kesakitan para petugas KPPS terus meningkat. Dari hari ke hari tanpa bisa berbuat banyak, korban-korban terus berjatuhan hingga yang meninggal tembus angka lebih 600 orang.
“Litbang salah satu TV swasta, bahkan pada hari Selasa 14 Mei 2019 kemarin merilis jumlah korban meninggal akibat Pemilu sudah mencapai 606 orang sementara untuk korban sakit jika kita merujuk pernyataan Kemenkes yang menyampaikan data terakhir dari KPU menyebutkan bahwa petugas KPPS yang menderita sakit usai menjalankan tugas sebanyak 10.997 orang,” kata Joserizal.
Menurut dia, MER-C sejak dua minggu pasca Pemilu telah menetapkan jatuhnya korban sebagai bencana kemanusiaan. Mer-C pun membentuk Tim mitigasi kesehatan bencana Pemilu 2019 dan membuka call center untuk masyarakat dan keluarga korban melaporkan apabila ada anggota keluarga mereka yang sakit dan meninggal usai bertugas untuk ditindaklanjuti oleh Tim MER-C.
MER-C, kata Joserizal, juga tengah fokus melengkapi database tentang penyebab kematian korban-korban Pemilu
“Bagaimanapun sebuah bencana kemanusiaan telah terjadi. Sebuah kondisi luar biasa yang seharusnya mendapat perhatian cepat dan serius dari pemerintah dan KPU,” jelasnya.
Menyikapi bencana ini, kata dia, MER-C menilai pemerintah dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu tahun ini telah abai kemanusiaan, melakukan pembiaran, dan tidak melakukan upaya serius yang signifikan dalam menangani kasus ini, sehingga menyebabkan anak-anak bangsa terus berjatuhan dari hari ke hari.
“Tidak ada upaya serius untuk melakukan tindakan mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak,” tegas Joserizal.
MER-C mendesak pemerintah dan KPU untuk peduli dengan turun melihat korban-korban yang sakit dan menangani mereka, termasuk pembiayaan rumah sakit dan seterusnya hingga mereka sembuh. Hal ini untuk mencegah kematian lebih banyak.
Pola penanganan korban bencana pemilu ini juga harusnya dalam kerangka penanganan bencana atau suatu Kejadian Luar Biasa (KLB), artinya begitu ada info jatuh korban baik dari call center yang dibentuk atau apapun maka yang merespon adalah tim ahli yang sudah dibentuk untuk melakukan assessment (Triage) terhadap penyakit yang diderita dan investigasi penyebab sakit yang akurat. Hal ini dilakukan agar tercapai response time dan diagnosis serta tindakan yang akurat
Joserizal menegaskan, bagi pasien yang meninggal juga dilakukan investigasi sebab mati mulai dari otopsi verbal sampai pada autopsi klinis agar sebab mati bisa diketahui dengan pasti untuk digunakan sebagai mitigasi penyelenggaraan Pemilu berikutnya.
Dia mengatakan, kalau Pemerintah dan KPU bisa serius dan bisa menghentikan sementara penghitungan suara dan fokus terlebih dulu pada korban-korban petugas Pemilu, maka MER-C juga akan membatalkan gugatannya.
Joserizal mengatakan, apa yang dilakukan MER-C semata-mata murni karena kemanusiaan dan tidak ada hubungannya dengan politik saat ini.(faz/dwi)