Botol plastik hasil dari pertukaran tiket Suroboyo Bus ikut menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya sebesar Rp150 Juta. Tumpukan botol seberat 39 ton yang terkumpul sejak April 2018 sampai 2019 itu terjual melalui lelang terbuka, karena dianggap sebagai kekayaan daerah.
Eri Cahyadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya mengatakan, karena botol plastik itu termasuk kekayaan daerah maka harus diuangkan dengan cara dilelang melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Lelang umum atas puluhan ton botol plastik ini dibuka dengan harga penawaran awal Rp86 juta, sampai ada yang sanggup dengan harga tertinggi Rp150 juta.
“Kemarin-kemarin masih numpuk itu karena Pemkot Surabaya masih mencari aturannya agar bisa diuangkan. Akhirnya bisa dilelang dan harga tertinggi dimenangkan PT Langgeng dengan Rp150 juta,” kata Eri usai sidak di box culvert Manukan, Surabaya, Rabu (12/6/2019).
Eri memastikan, uang Rp150 juta hasil lelang botol plastik itu dimasukkan PAD yang nantinya peruntukannya dilebur dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Masuk PAD, nanti dicampur di APBD,” katanya.
Eri mengatakan, Pemkot Surabaya sejauh ini belum akan mengubah konsep penukaran tiket Suroboyo Bus dari sampah botol plastik ke alat tukar lainnya. Sebab, konsep tiket Suroboyo Bus yang bisa mengurangi sampah plastik di Surabaya ini telah menjadi percontohan Internasional.
“Belum ada rencana akan merubah konsepnya, karena ini menjadi percontohan Internasional,” katanya.
Ditanya kapan rencana Suroboyo Bus akan menjadi angkutan massal berbayar, Eri belum bisa memberi jawaban. Sebab, kehadiran Suroboyo Bus dua tahun berjalan ini, masih sebagai penjajagan atau uji coba sampai seberapa persen masyarakat bisa beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal.
“Kami masih terus mengkaji tingkat respons masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan massal,” katanya. (bid/dwi/rst)