Sofie Clausager Dar, seorang ibu rumah tangga berusia 34 tahun sedang mulai mencari pekerjaan di bulan Ramadhan di Denmark, di mana umat muslim puasa dengan durasi 17 jam sehari karena matahari tenggelam lambat.
“Kamu tak akan punya cukup waktu untuk melakukan segalanya,” kata mualaf itu dikutip dari Arab News, Senin (6/5/2019).
Umat muslim di negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, dan Islandia berpuasa lebih lama dari pada belahan bumi di Selatan karena waktu siang yang panjang.
Bahkan ada tempat di mana matahari tak tenggelam sama sekali di waktu-waktu tertentu seperti di Svalbard, sebuah pulau bagian Norwegia di Samudera Antartika Utara yang tak pernah mengalami malam sejak April hingga Agustus.
Menurut Asim Mohammed (31) imam masjid Oslo, Norwegia, muslim yang tinggal di daerah seperti itu punya tiga pilihan:
Mereka dapat berpuasa dengan waktu sesuai dengan matahari terbit dan tenggelam di kota terdekat yang tidak terus menerus mengalami siang, mengikuti waktu di Mekah, atau sesuai dengan waktu di daerah mereka sendiri ketika matahari terakhir benar-benar terbenam, kata Mohammed, seperti dilansir Antara.
Mohammed mengatakan bahwa beberapa anggota jemaahnya akan liburan selama bulan Ramadhan guna menghindari durasi puasa yang panjang.
“Itu juga tergantung pada jenis pekerjaan yang Anda lakukan jika Anda seorang pekerja kantor, Anda tidak memiliki masalah karena Anda bisa duduk di dalam dengan AC menyala, tetapi jika Anda bekerja di luar dalam cuaca panas selama bulan Mei , Juni dan Juli, ini bisa agak sulit. Sebagian besar jemaah saya – baik muda maupun tua puasa, dan menarik bagaimana mereka mengatasinya,” katanya.
Gejala dehidrasi, kelelahan, dan penarikan adalah beberapa konsekuensi dari puasa yang mungkin dialami umat Islam.
Selain iti, Dar mengatakan “kekurangan cairan, dan merasa sedikit dehidrasi serta gejala putus obat (withdrawal syndrome)”, adalah hal-hal yang paling sulit dilakukan.
“Kadang-kadang Anda terlalu lelah di malam hari, Anda mengalami hari yang panjang, Anda tidak tidur lama, dan akhirnya tertidur setelah makan. Keesokan harinya bisa sangat sulit karena Anda belum cukup minum, Anda mungkin hanya minum beberapa gelas air,” katanya.
“Kurang tidur bisa sangat sulit. Putriku ada di sekolah sekarang dan dia harus ada di sana jam 8 pagi setiap pagi, jadi memastikan itu terjadi sangat sulit.”
Namun, puasa menjadi lebih mudah seiring berjalannya bulan, Dar menambahkan.
“Awalnya sulit, tetapi lama-lama tubuh jadi terbiasa dan itu bukan masalah lagi,” katanya.
Dar menyoroti pentingnya makan sahur, makanan yang dimakan sebelum fajar untuk menyediakan energi pada hari berikutnya.
“Kalau tidak, Anda hanya akan makan sekali dan satu kesempatan untuk memiliki asupan cairan apa pun untuk memastikan bahwa Anda tidak mengalami dehidrasi,” katanya.
“Bangun sebelum fajar adalah sesuatu yang selalu saya lakukan. Terkadang saya tidak tidur (dan) tidur siang di siang hari.”
Ketika ditanya apakah dia memiliki strategi untuk jadwal Ramadhannya yang sibuk tahun ini, Dar berkata: “Kamu hanya bertahan saja. Tidak ada gunanya khawatir tentang hal itu dan berpikir itu akan sangat sulit”.
Tentu saja, sementara Muslim di Eropa utara menghadapi puasa yang panjang selama akhir musim semi dan musim panas, yang terjadi adalah sebaliknya selama bulan-bulan musim dingin.
“Di Norwegia, ada perbedaan besar antara siang hari di musim panas dan musim dingin. Selama bulan-bulan musim dingin seperti Desember, matahari terbenam bisa terjadi pada pukul 3:15 malam. Tentu saja, semua orang lebih suka Ramadhan di musim dingin,” kata Imam Mohammed. (ant/dwi/rst)