Insiden ambruknya atap bangunan di empat kelas SDN Gentong Kota Pasuruan menyisahkan kenangan yang tak akan dilupakan oleh Putri Clarisa Maulidia. Ia adalah salah satu siswa yang selamat setelah tertimbun reruntuhan atap di kelas 5A.
Saat itu, sekitar pukul 08.15 WIB, siswa kelas 5A sebenarnya sedang mengadakan kegiatan olahraga di luar kelas. Hanya ada dua orang yang saat itu di dalam kelas. Ia mengaku, saat itu dirinya berniat mengambil minum di kelas. Tapi nahas, tiba-tiba atap ruang kelas ambruk. Ia tak sempat menyelamatkan diri. Meja belajarnya ada di belakang kelas dan agak jauh dari pintu.
“Pas jatuh saya minta tolong. Saya akhirnya ditolong guru olahraga, Pak Atib. (Saya, red) gak inget berapa lama terjebak (reruntuhan, red). Agak lama. Saya terus saya dibenahin (dievakuasi, red), bisa keluar,” ujarnya ketika ditemui di lokasi pada Selasa (5/11/2019) siang.
Ia cukup beruntung. Meski ikut tertimbun, tak ada luka di tubuhnya. Ia hanya mengeluh sedikit sakit di punggung. Berbeda dengan dua temannya yang juga ada di dalam kelas, mereka harus dirawat di rumah sakit karena mengalami luka-luka.
Selamat dari insiden yang membuat dua nyawa melayang dan belasan luka-luka menbuatnya merasa bersyukur. Meski sempat kaget, ia mengaku tak trauma dan siap untuk belajar di sekolah lagi. Bahkan, sekitar pukul 15.00 WIB, ia ditemani tim Tagana masuk kembali ke ruang kelas 5A yang sudah ambruk.
“Nyari tas, tasnya tapi gak ada. Hanya ada buku dan alat salat saya,” kata Clarisa yang akrab dipanggil Risa itu.
Selain Risa, ada juga Bu Supiyati yang mengaku takut setengah mati mendengar kabar ruang kelas di SDN Gentong ambruk. Bagaimana tidak, cucunya yang masih duduk di kelas 3 bersekolah di tempat itu. Sehari-hari, ia berdagang makan dan minuman ringan tak jauh dari SDN Gentong. Mendengar kabar itu, ia mengaku tak ingat apapun dan langsung berlari ke sekolah dasar itu untuk menemui cucunya. Yudha, cucunya itu memang tak menempati empat kelas yang ambruk. Tapi ia mengaku, baru bulan Juli lalu, cucunya selalu menempati kelas yang sekarang ambruk itu untuk belajar.
“Terakhir bulan 7 (Juli, red) jek nang kunu. Bulan 8 pindah. Lek ngeterno bekne onok seng kari-kari ndok kunu iku sampean. Yudha, tak rangkuk ngene wes,” katanya di warung miliknya di jalan KH Sepuh, Kota Pasuruan pada Selasa (5/11/2019) sore.
Saking takutnya, Ia mengaku meninggalkan warung dalam keadaan tidak terkunci. Saat tiba di sekolah, cucunya itu sudah duduk di sudut ruangan dengan wajah pucat ketakutan.
“Sampe sampean, durung masak. Buingung. Omah durung dikunci. Lali. Mama e teko kidul nggoleki anake. Wong wes tak gowo moleh. Jare yudha, gak mbah. Yudha pelajaran mbah. (Kata Supiyati, red) ayo wes. Prei libur, gak ada pelajaran. Yo trauma pisan, ndelok arek berdarah-berdarah,” jelasnya.
“Gak gelem moleh, ndepes ono ngene, gak mbah, aku pelajaran. Ambek wajah e pucet. Ketok (teman-temannya berdarah, red) mas, wong barang akunyo ketok. Nangis geru-geru. Keweden. Arek cilik sampean,” pungkasnya.
Kini, sekolah dasar di jalan KH. Sepuh itu ramai didatangi orang. Guru, media, polisi, tagana, dan tentara. Dibalik semua keriuhan hari ini, ada banyak harapan dan doa terlepas ke udara agar sekolah tetap jadi tempat yang aman untuk belajar. Apalagi, insiden kelas ambruk ini menyisahkan duka mendalam. 2 orang meninggal dunia. 1 siswa yang masih sangat muda dan seorang guru honorer yang juga berusia muda meninggal di ruang kelas. Sisanya, 11 orang dirawat di rumah sakit, berharap segera bisa belajar kembali. (bas/dwi)