Selasa (27/8/2019) petang bakda Maghrib, rombongan Lukas Enembe Gubernur Papua dan Yulce Wenda istrinya, juga pejabat Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat tiba di asrama mahasiswa di Jalan Kalasan, Surabaya. Mereka bermaksud menemui mahasiswa asal Papua yang tinggal di sana.
Rombongan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur ikut mendampingi mereka. Termasuk Arumi Bachsin Ketua TP PKK, Sekdaprov Jatim, juga sejumlah pejabat Pemprov lainnya turut ke asrama setelah acara ramah tamah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Rombongan asal Papua itu baru saja menikmati sajian Papeda di Grahadi. Bahkan, di atas panggung yang tersedia di Grahadi, Lukas, Yulce, dan Khofifah sempat menyanyikan lagu-lagu Papua bersama-sama. Suasana di Grahadi saat itu terasa gayeng.
Suasana di depan asrama di Jalan Kalasan Surabaya saat insiden penolakan penghuni asrama atas kehadiran Gubernur Papua, Selasa (27/8/2019). Foto: Denza suarasurabaya.net
Di depan asrama, respons penghuni cukup mengejutkan. Mereka menolak kedatangan Gubernur Papua dan Gubernur Jawa Timur. Dari dalam asrama itu, kerikil-kerikil dilempar keluar. Padahal, Lukas Enembe dan Yulce istrinya baru saja mengetuk gerbang asrama untuk menemui para penghuni.
Sejumlah awak media mengaku terkena lemparan kerikil dari dalam asrama saat bermaksud meliput momen kunjungan penting itu. Seorang fotografer Koran Jawa Pos dan reporter media daring josstoday.com adalah beberapa yang mengaku kena lemparan kerikil meski tidak sampai terluka.
Lemparan kerikil itu diiringi teriakan para penghuni asrama. Seketika itu juga sejumlah aparat keamanan mengevakuasi rombongan Gubernur Papua dan Gubernur Jatim ke dalam mobil. Sempat menunggu beberapa saat di mobil masing-masing, rombongan kedua kepala daerah itu akhirnya meninggalkan lokasi.
Sementara, dari dalam asrama, para penghuni masih sempat meneriakkan yel-yel dan menyanyikan lagu-lagu sampai beberapa waktu setelah kedua gubernur pergi. Sebagian penghuni tampak dari balik jeruji pagar asrama. Sebagian dari mereka tampak bertelanjang dada.
Sejumlah penghuni asrama tampak dari balik jeruji pagar asrama. Mereka meneriakkan yel-yel dan menyanyikan sejumlah lagu setelah menolak kehadiran Gubernur Papua. Foto: Denza suarasurabaya.net
Di antaranya yel-yel yang mereka teriakkan, salah satunya kurang lebih berbunyi “Lepas Garuda.” Mereka teriakkan ini beberapa kali lalu menyanyikan lagu yang sebagian liriknya kurang lebih “Saya Bukan Merah Putih.”
Ungkapan “Lepas Garuda” ini juga mereka ekspresikan dalam bentuk spanduk yang mereka pasang setelah aksi penolakan Gubernur Papua. Mereka juga bentangkan spanduk besar di pagar asrama bertuliskan “Referendum is Solution” disertai simbol seperti bendera dilengkapi bintang.
Lukas Enembe merespons spanduk penghuni asrama tentang permintaan referendum atau penyelesaian persoalan dengan menyerahkan keputusan kepada masyarakat umum. Dia mengatakan, itu yang seringkali dia terima di mana-mana.
“Kalau kau bicara tentang referendum, itu bukan dengan Gubernur. Itu urusannya dengan negara,” katanya. Dia menyatakan hal ini untuk penghuni asrama yang dia sampaikan saat konferensi pers di Hotel Grand Dafam pascainsiden penolakan, Selasa malam. Sebagai kepala daerah, dia mengaku kecewa dengan penolakan itu.
Namun, Lukas menegaskan bahwa mereka yang ada di asrama tidak mungkin beraifiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM, kata dia, hanya ada di Papua. Walaupun, Gubernur Papua itu mengakui, dia belum memastikan apakah seluruh penghuni asrama itu memang sedang berkuliah di Surabaya.
Upaya menemui mahasiswa asal Papua di asrama itu akan tetap dia jadwalkan ulang. Lukas memastikan, dia akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Khofifah Gubernur Jatim, juga dengan Gubernur Papua Barat mengenai rencana ulang menemui anak-anaknya di Jalan Kalasan.
Agenda menemui mahasiswa di Jalan Kalasan Selasa petang itu memang terkesan mendadak. Agenda ini tidak termuat dalam agenda Gubernur Jatim yang diinformasikan Humas dan Protokoler Pemprov Jatim.
Sebelum berangkat ke asrama, Lukas Enembe juga sempat meyakinkan, upaya menemui mahasiswa di Asrama Jalan Kalasan adalah bagian penting penyelesaian masalah, yang dampaknya memicu gejolak masyarakat di Papua sampai sekarang. Aksi unjuk rasa oleh penduduk, kata Lukas masih terjadi di Papua dan Papua Barat.
“Kita kan harus dengar dari mereka juga. Selama kita belum ketemu, belum bisa kita bicara (tentang upaya apa lagi yang harus dilakukan pemerintah untuk Papua,red),” kata Lukas di Grahadi.
Inspektur Jenderal Luki Hermawan Kapolda Jatim setelah insiden penolakan menjelaskan, aksi penolakan itu terjadi karena adanya miskomunikasi. Salah satunya karena terlalu banyaknya rombongan yang datang.
Luki pun seketika itu menyampaikan pesan kepada masyarakat Papua, keluarga mahasiswa Papua yang sedang studi di Jawa Timur, melalui awak media. Dia menegaskan, di Jawa Timur tidak terjadi apa-apa dan sangat kondusif.
“Saya imbau adik-adik yang sedang kuliah, di mana pun, jangan sampai termakan hoaks. Silakan komunikasi dengan pemerintah setempat. Di Jawa Timur tidak ada apa-apa dan sangat kondusif,” kata Luki.
Beberapa waktu lalu ketika menggelar ramah tamah dengan Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS) di kediamannya di Jalan Bengawan, Luki mengaku mendapat masukan bahwa informasi yang beredar di masyarakat Papua sangat berbeda dengan fakta yang terjadi di Jawa Timur, terutama di Surabaya.(den/ipg)