Dewan Pimpinan Daerah Pengusaha Pelayaran Rakyat (Pelra) Jawa Timur menggelar Rakerda di Hotel Arcadia Surabaya, Selasa (17/12/2019). Diantara poin yang dibahas adalah bagaimana eksistensi kapal Pelra yang semakin menyusut.
Diantara penyebab menyusutnya kapal Pelra di Jatim karena masalah infrastruktur yang kurang mendukung kapal Pelra. Misalnya, sedimentasi yang terjadi di beberapa Pelabuhan Rakyat.
Saleh Wangen Sahib Ketua DPD Pelra Jawa Timur mengungkapkan kapal Pelra yang aktif di Terminal Kalimas Tanjung Perak tinggal 20-40 kapal per bulan. Kapal Pelra sekarang lebih memilih bersandar ke pelabuhan Gresik karena lebih luas dan kedalamannya terjangkau.
“Kami ingin membantu anggota agar lancar berbisnis pelayaran. Sebab penurunannya signifikan tidak hanya di Kalimas, tapi juga di pelabuhan Pasuruan dan Pelabuhan rakyat Brondong Lamongan,” ujar Saleh di sela Rakerda DPD Pelra Jatim.
Saleh mengatakan, masalah pendangkalan di terminal Kalimas sudah diketahui oleh Pelindo III. Tapi hingga kini, belum ada upaya pengerukan. Menurut Saleh, Pelindo III merasa tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan dengan pemasukan.
“Menurut Pelindo III karena tidak sepadan dengan biayanya. Tapi itu seharusnya bukan persoalan,” katanya.
Karena menurut Saleh, kapal Pelra cukup mendukung kapal perintis, karena melayani jalur yang tidak dilayani oleh kapal konvensional. Kehadiran kapal Pelra justru mampu menjaga disparitas ketersediaan logistik di Jatim.
Saleh mengakui, Pelra harus mengikuti era digital agar tetap eksis di dunia pelayaran. Dalam waktu dekat, kata Saleh, Pelra akan membuat aplikasi bernama Pelra Access. Aplikasi itu diharapkan bisa memudahkan user untuk melihat jadwal dan jumlah kapal yang siap untuk logistik.
“Kami masih mau pendataan dulu mengumpulkan data base melibatkan tim dari ITS. Nanti baru aplikasi itu dibuat,” katanya.
Saleh mengatakan, keinginan Pelra untuk bangkit masih besar. Karena Pelra masih melayani 90 persen konektivitas yang menghubungkan pengiriman logistik di wilayah Jatim. “Ke depan kami berharap rumusan komprehensif dari pemerintah, akademisi, dan Pelindo III,” katanya.
Dhany Rachmad Agustian Deputy Manager Pelayanan Pelanggan PT Pelindo III mengatakan, sebenarnya kapal rakyat lebih mudah tertib daripada kapal besi saat di pelabuhan.
“Mereka sangat memahami dan mematuhi aturan yang kami terapkan,” katanya.
Tapi, Pelindo III merasa keberatan untuk merevitalisasi Kalimas. Karena biayanya cukup mahal untuk pembenahan dan pengerukan.
“Di Kalimas itu, kami untuk bayar gaji karyawan saja gak mampu. Jadi selama ini di Kalimas kami hanya pelayanan publik saja. Dulu ada dermaga ambrol kami mengeluarkan dana Rp12 M. Ini yang terjadi di Surabaya,” katanya.
Dhany mengungkapkan, keberadaan kapal Pelra setiap tahun turun 10 persen. Sekarang ini tersisa 1102 kapal Pelra di Jatim yang masih bisa didata Pelindo III. Kapal Pelra itu yang rutin sandar di pelabuhan Gresik, Kalimas Surabaya, Kalianget dan Tanjung Tembaga Probolinggo.
“Dengan eksistensi hidup enggan, mati pun tak mau, kami berharap Pelra bisa merubah stigma. Mereka harus mencari terobosan baru. Mereka sebenarnya cikal bakal dari kapal pinisi, maka perlu dikembangkan dan harus berubah. Ada ramalan tahun 2025 Pelra punah, jangan sampai terjadi,” katanya. (bid/dwi)