Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Tengku Dzulmi Eldin Wali Kota Medan sebagai tersangka kasus suap terkait perizinan proyek dan jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Medan tahun 2019.
Selain itu, KPK juga menetapkan Syamsul Fitri Siregar Kepala Bagian Protokoler Kota Medan sebagai tersangka penerima suap, dan Isa Ansyari Kepala Dinas PUPR Kota Medan sebagai tersangka penyuap.
“Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tipikor dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan,” ujar Saut Situmorang Wakil Ketua KPK, dalam konferensi pers di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019) malam.
Berdasarkan pengusutan KPK, Eldin menerima uang Rp130 juta dari Isa Ansyari. Saut mengatakan uang tersebut sebagai imbalan karena Eldin mengangkat Isa sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Kemudian, waktu melakukan perjalanan dinas dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang, Eldin membawa serta istri, dua anaknya, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Bahkan, kata Saut, Eldin memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga Eldin didampingi oleh Syamsul Fitri Siregar Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan.
Akibatnya, ada pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
“Pihak travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Eldin,” ungkap Saut.
Lalu, Eldin memerintahkan Syamsul mencari dana dan menutup ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang dengan nilai sekitar Rp800 juta.
Merespon permintaan itu, Isa Ansyari Kadis PUPR mengirim Rp200 juta ke Eldin atas permintaan melalui Syamsul untuk keperluan pribadi Wali Kota Medan.
Berikutnya, Syamsul menghubungi ajudan Eldin, Aidiel Putra Pratama dan menyampaikan keperluan dana sekitar Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang.
Bahkan, Eldin membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana. Termasuk di antaranya kepala dinas yang ikut berangkat ke Jepang.
Isa Ansyari, sebagai pihak yang tidak ikut berangkat ke Jepang pun juga diminta uangnya. “Diduga Isa Ansyari dimintai uang tersebut karena diangkat sebagai Kadis PU oleh Eldin,” ujar Saut.
Isa diminta memberikan uang sejumlah Rp250 juta. Tapi, dia cuma menyerahkan Rp200 juta saja. Salah satu ajudan Eldin yang lain bernama Andika kemudian menanyakan kepada Isa perihal kekurangan uang tersebut.
Isa kemudian menyampaikan kepada Andika untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya. Andika pun datang ke rumah Isa untuk mengambil uang Rp50 juta.
Dalam perjalanan pulang dari rumah Isa, kendaraan Andika disetop oleh Tim Penindakan KPK untuk menangkap beserta uang Rp50 juta tersebut. Tapi, Andika berhasil melarikan diri sesudah menabrak petugas KPK dengan kendaraan roda empatnya.
“Kami mengimbau agar Andika menyerahkan diri dan bawa itu uang Rp50 juta,” tegas Saut.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Eldin dan Syamsul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak yang diduga pemberi, Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (rid/dwi)