Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya mengusut tuntas kasus dugaan korupsi terkait proses penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam prosesnya, Rabu (10/7/2019), Penyidik KPK memeriksa Laksamana Sukardi mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai saksi untuk tersangka atas nama Sjamsul Nursalim pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) debitur BLBI.
“Saya dipanggil KPK, makanya hadir di sini sebagai warga negara dalam rangka penegakan hukum. Tadi diperiksa sebagai saksi Sjamsul Nursalim. Penyidik menanyakan saya kenal apa tidak dengan tersangka,” ujarnya usai menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, Jakarta Selatan.
Bekas menteri era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri tersebut menyerahkan sepenuhnya penangaman kasus yang diduga merugikan keuangan negara triliunan rupiah itu kepada penegak hukum.
Sekadar informasi, Senin (10/6/2019), KPK mengumumkan status Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan SKL BLBI untuk BDNI.
Pasangan suami istri itu diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
kasus ini berawal dari BDNI yang mendapatkan dana BLBI sebanyak Rp5,4 triliun, pada tahun 1997. Lalu, Rp4,8 triliun digunakan untuk membantu para petani tambak udang dalam bentuk pinjaman/kredit.
Dalam prosesnya, Jaksa KPK menyebut pembayaran kredit para petambak udang itu macet, dan kewajiban membayar utang pinjaman tidak sampai lunas.
Tapi, Syafruddin menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang menyatakan Sjamsul Nursalim, sudah melunasi utangnya kepada negara.
Padahal, BDNI baru membayar Rp1,1 triliun dari total utang Rp4,8 triliun. Sehingga, ada selisih Rp3,7 triliun yang belum dikembalikan.
Selain memperkaya diri sendiri dan orang lain, Syafruddin juga dinilai merugikan keuangan negara sebanyak Rp4,5 triliun berdasarkan hasil audit BPK tahun 2017. (rid/iss/ipg)