Sofyan Basir Direktur Utama PT PLN (non aktif), hari ini, Jumat (24/5/2019), tidak bisa memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka korupsi proyek PLTU Riau-1.
Alasannya, Sofyan sekarang diperiksa Kejaksaan Agung sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam proses tender Leasing Marine Vessel Power Plant (MVPP) pembangkit listrik di atas kapal milik PT PLN.
Dwi Suryo Abdullah Vice President Public Relations PT PLN yang siang hari ini datang ke Kantor KPK mengatakan, Sofyan Basir memenuhi panggilan Kejaksaan Agung karena pada panggilan pertama, Jumat (17/5/2019), dia tidak bisa datang.
Kuasa hukum Sofyan Basir juga sudah menyampaikan surat pemberitahuan ketidakhadiran kliennya, sekaligus meminta supaya agenda pemeriksaan lanjutan diatur ulang.
“Hari ini, yang bertepatan juga dengan panggilan KPK, tadi pagi jam 9, Pak Sofyan Basir sudah berada di Kejaksaan Agung untuk memenuhi panggilan sebagai saksi dalam perkara Leasing Marine Vessel Power Plant,” ujar Dwi Suryo di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat (24/5/2019).
Sementara itu, Eni Maulani Saragih mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang sekarang berstatus terpidana, memenuhi panggilan sebagai saksi dalam proses penyidikan Sofyan Basir.
Selain Eni, Penyidik KPK juga memanggil dua orang pihak swasta sebagai saksi untuk Dirut PLN (non aktif).
Masing-masing Johannes Budisutrisno Kotjo pemilik saham perusahaan Blackgold Natural Recourses yang berstatus terpidana, dan Indra Purmandani Direktur PT Nugas Trans Energy.
Seperti diketahui, Selasa (23/4/2019), KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka penerima suap dari Johannes Budisutrisno Kotjo bos perusahaan swasta bidang pertambangan batu bara.
Suap berupa uang Rp4,7 miliar, diduga untuk memuluskan kesepakatan kontrak pengadaan listrik proyek pembangunan PLTU Riau-1, dengan PT Samantaka Batubara, anak perusahaan Blackgold Natural Recourses.
Dalam kasus itu, Pengadilan Tipikor Jakarta sudah menjatuhkan vonis bersalah dan menghukum tiga orang yang terbukti terlibat, yaitu Johannes Kotjo, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. (rid/rst)