Jelang sidang putusan gugatan “Iwak Mati Massal di Kali Brantas”, sejumlah aktivis Ecoton dan mahasiswa melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (11/12/2019). Aksi ini merupakan bentuk dukungan agar majelis hakim memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh Ecoton.
Prigi Arisandi Direktur Ecoton berharap, majelis hakim bisa memenangkan gugatan yang mereka layangkan pada tiga institusi, yaitu Gubernur Jawa Timur, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI.
“Kemarin kita sudah kalah di gugatan Popok, dan harapannya (gugatan ikan mati massal, red) kita ini menanglah. Ada putusan yang adil untuk Kali Brantas. Ibaratnya kan orang udah bebas buang popok di kali brantas. Sekarang ini industri jangan dibiarkan bebas seperti ini (membuang limbah, red) di kali brantas,” ujar Prigi di PN Surabaya pada Rabu (11/12/2019).
Ia berharap, pemerintah memiliki upaya lebih keras dalam mengurangi pencemaran sungai Brantas. Pengendalian pencemaran, kata Prigi harus mengombinasikan antara ketegasan aturan dan alat pengawasan yang dipasang di outlet-outlet perusahaan sekitar Sungai Brantas.
“Musuh besar Kali Brantas ini pabrik kertas, pabrik gula, dan pabrik penyedap masakan. Sebenarnya sudah tahu musuhnya, tinggal niat pemerintah, mau gak mengendalikan pencemaran dan kemudian menghukum para pelaku ini,” tegasnya.
Sejumlah foto yang dipamerkan aktivis Ecoton dan mahasiswa dalam aksi di depan Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (11/12/2019). Aksi ini merupakan bentuk dukungan agar majelis hakim memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh Ecoton. Foto: Baskoro suarasurabaya.net
Ia mengatakan, berdasarkan amatan yang dilakukan Ecoton, sejak 2015, telah terjadi ikan mati massal sebanyak 4 kali setiap tahunnya. Hal ini selalu terjadi setiap musim kemarau tiba.
“Tahun 2015, 2016, sampai 2018, itu setiap tahun minimal 4 kali ikan mati massal di bulan kemarau. Ketika debet air turun, volume limbah ketambahan. Air sungai pekat, oksigen turun, efeknya ikan mati massal. Ini kan pola yang sudah diketahui. Harusnya kan ada pengendalian,” jelasnya.
Selain persoalan ikan mati masaal, pencemaran limbah yang dilakukan industri juga berujung pada tercemarnya bahan baku air minum. Hal ini juga berhubungan dengan gugatan yang dilayangkan dua perempuan Jawa Timur mengenai pencemaran popok bayi di Sungai Brantas.
“Yang terpenting, kan itu bahan baku air minum. Maka kemarin kan serangan kita ke domestik. Ini ke industri. Sumber pencemaran kali brantas kan dua, industri dan domestik. Kemarin, itu domestik. Ini industri,” katanya.
Seperti diketahui, kemarin (10/12/2019), majelis hakim menolak gugatan yang dilayangkan oleh Mega Maya Kencana dan Riskandar Dermawanti terkait pencemaran popok bayi di sepanjang aliran sungai Brantas. Pihak tergugat juga kurang lebih sama, yaitu Gubermur Jawa Timur, Menteri PUPR, Menteri KLHK, dan BBWS Brantas. (bas/ipg)