Yadi Hendriana Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengajak insan pers dan elemen masyarakat untuk tetap waspada terhadap RUU KUHP (RKUHP) meskipun pengesahannya diminta ditunda oleh Joko Widodo Presiden.
Sebab, sebelum pasal-pasal yang bermasalah dihapus maka RKUHP tetap membahayakan kebebasan pers dan demokrasi.
“Kemarin baru permintaan penundaan pengesahan RKUHP, kalau toh ditunda belum tentu DPR mengubah pasal yang bermasalah termasuk pasal karet. DPR harus menghapuskan,” kata Yadi ditemui usai melantik IJTI Korda Surabaya di Gedung Negara Grahadi, Jumat (20/9/2019) malam.
Yadi menegaskan, insan pers dan elemen masyarakat sudah siap menggelar petisi untuk memperjuangkan penolakan RKUHP. Organisasi profesi jurnalis seperti IJTI, AJI dan PWI telah menggelar pertemuan dengan Dewan Pers, bersepakat untuk menolak RKUHP disahkan menjadi KUHP.
“Dewan Pers, AJI, PWI, IJTI sepakat menolak pengesahan RKUHP. Kami akan melobi yang DPR baru dan pemerintah untuk meyakinkan mereka untuk menghapus pasal-pasal bermasalah. Kami tetap menolak karena membayakan jurnalis,” katanya.
Menurut catatan para jurnalis, setidaknya terdapat 10 pasal yang berpotensi mengancam jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Antara lain, pasal 219 tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wapres, pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah, pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa, pasal 262 tentang penyiaran berita bohong, pasal 263 tentang berita tidak pasti, pasal 281 tentang gangguan peradilan, pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama, pasal 354 tentang penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara, pasal 440 tentang pencemaran nama baik, dan terakhir pasal 446 tentang pencemaran orang yang sudah mati. (bid/bas/ipg)