Social engineering atau rekayasa sosial perlu dilakukan untuk membumikan pancasila. Yudi Latief Cendekiawan dan Pemikir dalam bidang Keagamaan dan Kenegaraan mengatakan, pancasila harus diwujudkan dalam tata kelola negara yang kuat.
“Tata kelola ini kita lemah. kita sering ingin sesuatu, tapi gaktau tata kelolanya,” ujar Yudi Latief yang juga Dewan Pembina Nurcholis Madjid Society itu.
Ia mencontohkan, saat ini negara membiarkan eksklusifitas di masyarakat terjadi. Ia mencontohkan, saat ini di Indonesia muncul banyak pemukiman, sekolah, dan ruang kerja yang tidak mengakomodir perbedaan atau bersifat homogen.
“Di Singapura misalnya, ada aturan, kalau satu apartemen dibuat, dipastikan ada regulasi gak boleh hanya dihuni oleh satu ras saja. Jadi apartemen itu harus ada orang Cinanya, Melayunya, Indianya. Jadi ada proses social engineering terjadi,” jelasnya.
Selain itu, persatuan nasional yang menjadi salah satu aspek penting dalam pancasila juga bisa dibumikan lewat bahasa Indonesia. Ia mengkritik model pendidikan yang sudah mewajibkan bahasa asing diajarkan di sekolah sejak pendidikan dasar.
“Bahwa pelajaran bahasa Inggris harus dikenalan sejak sekolah dasar. Itu completely wrong. Dengan begitu, kita tidak punya basic persatuan nasional. Sekarang kan banyak sekolah internasional yang tidak mau memberikan bahasa pengantar dalam bahasa Indonesia. Seolah bahasa Indonesia ini bahasa pesakitan. Manusia ini pada dasarnya multi lingual, orang bisa menguasai lebih dari satu bahasa. Gak usah tergesa-gesa diperkenalan ke bahasa asing. Justru dia harus tumbuh pada bahasa nasional yang kuat,” tegasnya.
Ia mengatakan, generasi muda tersebut pada suatu masa akan menjadi pemimpin. Mulai dari presiden hingga anggota DPR. Ia menegaskan, pemimpin negara harus lebih cakap berbahasa Indonesia daripada bahasa asing.
“Itu sudah terjadi di Malaysia. Orang sudah lebih menguasai bahasa Inggris daripada Melayu,” katanya. (bas/dwi)