Sabtu, 23 November 2024

Gugatan Dinilai Salah Alamat, MK Menolak Permohonan Uji Materi UU Penodaan Agama

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi

Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan uji Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama terhadap UUD NRI 1945, yang diajukan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Selain itu, Mahkamah juga menolak permohonan provisi Zico yang meminta Mahkamah memutus permohonan tersebut sebelum diselenggarakan Pemilu 2019, sehingga DPR periode 2019-2024 bisa segera merevisi UU Pencegahan Penodaan Agama.

“Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Anwar Usman Ketua Majelis Hakim Konstitusi membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2019).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai permohonan uji materi tersebut bukan objek yang dapat diajukan kepada Mahkamah Konstitusi alias salah alamat.

“Pokok permohonan pemohon perihal revisi UU Pencegahan Penodaan Agama merupakan kewenangan pembentuk undang-undang (Pemerintah dan DPR),” kata I Dewa Gede Palguna Anggota Mahkamah membacakan pertimbangan.

Maka dari itu, permohonan tersebut sesungguhnya bukan substansi yang dapat menjadi objek uji materi di MK, karena norma undang-undang yang dipersoalkan telah diakui pemohon sebagai norma yang konstitusional.

Sebelumnya, Zico menyatakan tidak mempermasalahkan konstitusionalitas substansi pasal dalam UU tersebut. Tapi, dia mempermasalahkan inkonstitusionalitas tidak dilakukannya revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU 1/PNPS/1965.

Pemohon mempermasalahkan inkonstitusionalitas atas tidak atau belum dilakukannya revisi terhadap Pasal 1, 2, 3, dan 4 UU Penistaan Agama.

Menurut pemohon, penundaan revisi ketentuan-ketentuan tersebut menimbulkan ketidakadilan terhadap pihak yang menjadi korban persekusi akibat salah menafsirkan sejumlah ketentuan dalam UU Penodaan Agama.

Penundaan revisi UU Penistaan Agama menurut pemohon bertentangan dengan prinsip negara hukum dan juga tidak memberikan perlindungan hukum yang adil.

Dengan demikian, pemohon dalam petitumnya meminta Mahkamah menyatakan Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 UU Penistaan Agama tetap konstitusional sepanjang dilakukan perubahan dalam jangka waktu paling lama tiga tahun.

Sebelumnya, pemohon pernah mengajukan pengujian undang-undang yang sama terkait dengan Pasal 4 UU Penodaan Agama dan telah diputus dalam Putusan Nomor 76/PUU-XVI/2018.

Pemohon menerima putusan tersebut yang menyatakan pasal penistaan agama konstitusional namun perlu dilakukan perubahan mendesak. Tetapi, ketentuan tersebut sampai sekarang belum juga direvisi oleh Pemerintah dan DPR. (rid/dwi/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs