Gojek dan Grab merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan sistem promosi subsidi dan perang tarif. Meski begitu, Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum menemukan adanya aplikator yang menetapkan tarif hingga mengancam keberlangsungan industri (predatory pricing) atau dikenal dengan monopoli.
Guntur Syahputra Saragih Komisioner KPPU yang dilansir dari situs katadata.co.id mengatakan, ada beberapa laporan terkait predatory pricing di industri berbagi tumpangan (ride-hailing) ke instansinya. Namun, hingga kini ia belum menemukan adanya bukti kuat atas laporan tersebut.
Predatory pricing yakni strategi untuk menggaet konsumen, dengan menawarkan harga termurah. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pembuktian atas predatory pricing harus melalui proses penelitian, penyelidikan, kesimpulan hasil pemeriksaan, dan persidangan.
Saat ini, KPPU masih mengkaji laporan terkait dugaan adanya predatory pricing di industri berbagi tumpangan ini.
“Jadi ada atau tidaknya predatory pricing harus melalui mekanisme yang akan kami tentukan, yakni dalam tanda kutip pemberkasan dan persidangan,” ujar dia di kantornya, Senin (4/3/2019).
Salah satu aplikator yang diadukan oleh mitra pengemudi adalah Grab dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI). “Sudah masuk ke tahap penyelidikan, batas waktu belum habis, masih menunggu investigasi. Apakah masuk ke pemberkasan atau tidak?” kata Guntur.
Apabila dari hasil investigasi ditemukan adanya pelanggaran, termasuk predatory pricing, maka KPPU akan memberikan surat peringatan pertama hingga ketiga kepada aplikator yang bersangkutan. Bila surat peringatan tidak diindahkan, maka KPPU bisa memberikan denda dan menutup perusahaan.
Namun, secara keseluruhan, KPPU belum menemukan adanya usaha yang terbukti melakukan predatory pricing. “Kami (bertugas untuk) memastikan kemitraan berjalan dengan cukup seimbang, sehingga pelaku usaha (mitra pengemudi) tidak dikuasai (oleh aplikator),” kata Guntur.(tin/ipg)