Dosen di berbagai kampus di Jawa Timur mendukung aksi demonstrasi mahasiswa untuk menolak RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU KPK yang baru-baru ini disahkan DPR.
Airlangga Pribadi, dosen di Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga mengatakan, sebagian Dosen FISIP mendukung penuh aksi kalangan mahasiswa untuk melakukan koreksi eksekutif dan lesgislatif yang berusaha menggulirkan regulasi reaksioner dan bertentangan dengan semangat reformasi.
“Dalam kondisi sekarang kekuasaan harus ditekan, dikoreksi, dan memerlukan kekuatan politik sangat besar dari masyarakat sipil termasuk mahasiswa, agar kekuasaan kembali melayani kepentingan rakyat bukan kepentingan oligarki,” kata Airlangga di ujung telepon.
Dukungan akademisi ini, kata Airlangga, bagian dari pertanggungjawaban sosial. Dia juga mendorong mahasiswa mendokumentasikan bagaimana keterlibatan mereka dalam aksi itu.
“Hasil observasi di lapangan nanti, akan jadi bagian dari diskusi di kelas, saya ajak mencoba bersama mengalisis dari kajian ilmu sosial. Karena, kampus bukan tembok yang mengisolasi mahasiswa dari realitas sosial dan dari denyut nadi kepentingan rakyat. Oleh karena itu, dinamika masyarakat juga bagian dari proses belajar-mengajar,” katanya.
Selain mengikuti langsung diskusi dan konsolidasi, para dosen juga banyak yang memberikan izin mahasiswa tidak masuk kelas untuk ikut demonstrasi. Nafik Muthohirin Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) misalnya yang memberikan izin mahasiswa mengikuti aksi demonstrasi menentang RKUHP dan RUU kontroversial lainnya.
Nafik bahkan menuliskan pesan di laman Facebook miliknya: Jangan masuk kelas sebelum pagar DPRD dirobohkan!!!. Tulisan itu dipost hari ini setelah ia banyak menerima permohonan izin mahasiswanya untuk tidak masuk kelas karena menggelar aksi tolak RKUHP di depan DPRD Malang.
“Setelah saya post dukungan itu, ada beberapa Dosen FISIP kemudian juga menerapkan langkah yang sama. Hari ini, UMM sepi mahasiswa, sebagian besar turun jalan. Kami mendukung penuh kontrol terhadap penguasa yang tidak berkeadilan,” kata Nafik kepada suarasurabaya.net.
Dukungan terhadap aksi mahasiswa juga datang dari Surokim Abdus Salam Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Trunojoyo. Dia mengatakan, masyarakat kampus atau civitas akademika memiliki tanggung jawab yang sama seperti masyarakat sipil lainnya untuk menentukan nasib bangsa ini.
“Gerakan mahasiswa yang terkesan mati suri pasca 1998, sepertinya bangkit kembali. Kami yakin aksi mahasiswa kali ini murni karena ingin menagih keadilan untuk rakyat,” katanya.
Menurut Surokim, aksi mahasiswa turun jalan menekan pemerintah hari-hari ini karena menemukan konteks dan momentumnya. Sehingga, wajar apabila seluruh mahasiswa mulai turun jalan mengingatkan penguasa.
“Ini wajar-wahar saja mahasiswa turun jalan, karena telah menemukan konteksnya untuk mengingatkan pemerintah,” katanya.
Sekadar diketahui, mahasiswa di berbagai daerah menggelar aksi penolakan terhadap sejumlah RUU kontroversial yang disusun DPR dan Pemerintah. Di Jatim, pergerakan aksi mulai tampak di Malang hari ini. Sejumlah konsolidasi juga terus dilakukan mahasiswa di Surabaya yang rencananya akan turun jalan pada tanggal 24 sampai 26 September 2019. (bid/iss/ipg)