Fakultas Hukum Universitas Narotama (Unnar) Surabaya, Sabtu (19/10/2019) gelar diskusi publik uji kritis UU KPK. Bukan membentuk opini, tetapi urun rembug para akademisi.
Ke 3 narasumber yang menyampaikan pandangannya pada diskusi publik kali ini, adalah praktisi dari Fakultas Hukum Universitas Narotama (Unnar) Surabaya, diantaranya Dr. Rusdianto Sesung, S.H.,M.H, Dr. H. Sunarno Edy Wibowo, S.H.,M.Hum, dan Dr. Moh. Saleh, S.H.,M.H.
Rusdianto Sesung menyampaikan bahwa universitas harus menjadi tempatnya cahaya dan kebebasan serta pembelajaran, terkait persoalan UU KPK. Sehingga diskusi publik digealr menjadi penting setidaknya guna memperjelas posisi.
Dekan Fakultas Hukum Unnar itu membuat catatan kritis atas UU No. 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Saya membaginya dalam 2 bagian, yaitu catatan kritis dari aspek formil dan catatan kritis dari aspek materil. Dari aspek formil, ada cacat antara lain materi muatan hasil perubahan melebihi 50%, serta esensinya telah mengalami perubahan dengan banyaknya tambahan materi muatan baru,” terang Rusdianto Sesung.
Dari tambahan materi baru itu, yang paling penting adalah kedudukan KPK yang dimasukkan ke dalam kelompok kekuasaan pemerintah (eksekutif), dan yang kemudian menjadi catatan Rusdianto Sesung dalam aspek materiil.
“KPK yang berkedudukan sebagai lembaga negara dalam rumpun eksekutif ini memiliki konsekuensi hukum yang cukup signifikan. Yakni KPK termasuk me dalam lembaga negara yang dapat dijadikan objek pengenaan hak angket DPR,” lanjut Rusdianto Sesung.
Dr. Nynda Fatmawati Octarina, S.H.,M.H., sebagai moderator menambahkan apa yang disampaikan Rusdianto Sesung sangat membuka mata bahwa UU KPK yang saat ini sungguh melemahkan KPK.
“KPK seharusnya adalah lembaga independen. Ketika diseret masuk eksekutif maka akan kehilangan independen dan akan memiliki kepentingan serta ketakutan. Padahal KPK sebagai lembaga yang tidak memiliki kepentingan dan ketakutan itulah yang membuatnya kuat,” tegas Nynda Fatmawati Octarina.
Forum diskusi publik seperti ini, lanjut Nynda, dibuka untuk umum dan tidak bermaksud untuk membuat opini. Melainkan untuk urun rembug dan sebagai tugas akademisi untuk menjadi bagian perubahan.
“Diskusi publik semacam ini menjadi semacam urun rembug. Bukan dalam rangka pembentukan opini publik. Tugas akademisi seperti kegiatan di kampus ini adalah bagian dari perubahan,” pungkas Nynda Fatmawati Octarina.(tok/ipg)