Badan Standardisasi Nasional (BSN) dorong industri baja terapkan SNI, lantaran produk ini sangat berkaitan dengan keselamatan konsumen. Apalagi pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya melaksanakan proyek infrastruktur.
Beberapa wilayah Indonesia yang rawan gempa pun menuntut tersedianya produk baja yang benar-benar lulus uji sesuai persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kukuh S. Achmad Deputi Bidang Akreditasi BSN, pada ngobrol bareng santai SNI bersama Bagian Standards & Certifications The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), Basso D. Makahanap di Kantor BSN, Jumat (3/5/2019) mengatakan peran BSN dalam perlindungan konsumen, dilakukan melalui perumusan SNI. Baja merupakan salah satu dari sekian produk yang beredar di pasar yang seharusnya ber SNI.
“Kewenangan kami adalah memfasiltasi stakeholder dalam merumuskan SNI yang setelah ditetapkan oleh Kepala BSN, SNI bersifat sukarela. Kementerian bisa mengadopsi SNI menjadi Regulasi jika melalui analisisnya SNI tersebut benar-benar menyangkut keselamatan konsumen,” terang Kukuh S. Achmad.
Tercatat, ada 205 SNI yang diberlakukan secara wajib. Baja adalah satu diantaranya. Kukuh melanjutkan, BSN sendiri telah menetapkan 57 SNI terkait baja, 13 diantaranya merupakan SNI yang diberlakukan secara Wajib.
Penetapan SNI baja tersebut didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertimbangan perlindungan konsumen dari beredarnya baja yang tidak aman.
“Penetapan SNI dilakukan secara konsensus bersama stakeholder terdiri dari instansi, pakar, industri, dan konsumen dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan. Melalui penetapan SNI baja, diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dan perlindungan konsumen,” jelas Kukuh.
SNI, tambah Kukuh, direview setiap 5 tahun sekali mengikuti perkembangan iptek dan masukan dari stakeholder.
Sependapat dengan Kukuh, Basso D. Makahanap Bagian Standards & Certifications The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), mendukung industri-industri baja menerapkan SNI.
Menurutnya, industri baja merupakan satu diantara industri hulu dalam perekonomian yang merupakan mother of industry atau yang menjadi penopang bagi industri lain serta mendukung sektor konstruksi dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Penggunaan baja untuk konstruksi mencapai 78% dari seluruh konsumsi baja Indonesia. Bahkan, potensi demand baja nasional sangat besar sehingga perlu penguatan struktur industri baja nasional dengan kebijakan dan regulasi investasi yang berpihak kepada industri baja lokal sekaligus untuk menarik investor. Adapun, nilai TKDN Baja Nasional rata-rata sudah cukup tinggi (25-50%) sehingga mampu dan siap mendukung sektor konstruksi di proyek infrastruktur nasional,” ujar Basso, Jumat (3/5/2019).
Berdasarkan data IISIA, konsumsi baja nasional pada tahun 2018 sebesar 14,7 juta ton, angka tersebut menunjukkan peningkatan 8,29% dari tahun sebelumnya dan diproyeksikan akan terus meningkat.
Namun, tambah Basso, utilisasi kapasitas industri baja rata-rata masih rendah (tariff barrier maupun non tariff barrier seperti penerapan SNI wajib untuk mensinergikan pengembangan industri baja hulu dan hilir di Indonesia agar pelaku industri baja domestik hasilkan produk baja berdaya saing sesuai standar, guna membendung impor,” tegas Basso.(tok/ipg)