Willy Aditya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengkaji secara mendalam, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) dengan perspektif masa depan.
“Saya juga mendesak Kominfo sebagai inisiator pengusul RUU PDP juga melakukan koordinasi dengan lembaga pemerintahan lainnya sebelum draf akhir diserahkan untuk dibahas bersama DPR,” kata Willy dilansir Antara, Kamis (26/12/2019).
Dia menilai, pelindungan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan satu hal yang penting. Namun kemanfaatan bagi pemilik data pribadi juga tidak dapat dikesampingkan. Sehingga, RUU PDP diharapkan membahas kedua hal tersebut.
Menurut anggota Komisi I DPR RI itu, dalam pembahasan RUU PDP, bisa jadi bukan hanya Kominfo yang akan menjadi “speaker” pemerintah. Namun bisa juga Kementerian dalam Negeri dan lainnya, karena RUU ini multi stakeholder.
“Kita bisa lihat di negara lain menggunakan istilah Privacy Protection, Personal Data Protection dan yang mengusulkan itu bukan hanya kementerian telekomunikasi. Namun idenya sama, Pelindungan HAM dan kemanfaatan bagi pemilik inheren data pribadi,” ujarnya.
Willy menilai, kalau negara bisa memidanakan pelanggar data pribadi, maka pemilik data semestinya bisa menggugat perdata atau ganti rugi pelanggar atas hak pribadinya.
Willy mengatakan, RUU PDP merupakan RUU penting untuk melindungi HAM warga negara karena di era disrupsi digital yang tidak bisa dihindari, PDP menjadi hal yang mendesak selain RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Dia menilai, sudah banyak peristiwa yang mengusik kenyamanan ber-warga negara yang berkaitan dengan data pribadi misalnya di media sosial, mudah sekali seseorang menyebarluaskan data pribadi orang lain.
“Belum lagi aplikasi tekfin yang abusive menggunakan phonebook contact nasabahnya. Itu semua perlu pengaturan yang tegas dengan perspektif pelindungan HAM,” katanya.
Dia menjelaskan, RUU PDP makin menjadi penting sejalan dengan pemerintahan yang terus bertransformasi dalam dunia digital.
Karena itu menurut dia, RUU PDP harus dibahas pararel dengan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber dan revisi UU Penyiaran sehingga ada kesatuan semangat kebatinan dalam pengaturan digital Indonesia.
“Kalau disimak awalnya, Pelindungan Data Pribadi sebenarnya sudah muncul dalam Peraturan Menteri Kominfo sebagai pelaksanaan revisi UU ITE 2016. Di tahun yang sama Uni Eropa mengundangkan EU GPDR (Europe Union General Protection Data Regulation),” ujarnya.
Namun menurut dia, kita tidak bisa hanya melihat ini sebatas transaksi elektronik semata karena manusia dan data pribadinya itu melekat yaitu HAM sehingga perlu undang-undang untuk mengaturnya.
Willy mengatakan, dalam praktiknya, banyak sekali lembaga pemerintahan maupun non-pemerintahan yang mengumpulkan data pribadi warga negara, antara satu lembaga dengan lembaga lainnya seperti saling tidak ada hubungan dan berlomba mengumpulkan data warga negara.
“Kondisi ini diperparah dengan disrupsi digital yang merangsek dan membuat warga negara menyerahkan data pribadinya ke berbagai aplikasi digital tanpa mengetahui keberlanjutannya,” katanya.(ant/ang)