Muhammad Nasir Djamil, anggota Komisi III DPR RI mengakui, sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur untuk menjerat pengguna (user) dalam kasus prostitusi. Dalam hal ini, regulasi hanya bisa menjerat pelaku muncikari saja.
Meski demikian, kata dia, pengguna bisa diberikan sanksi sosial untuk memberikan efek jera terhadapnya. Misalnya saja dalam hal pemberitaan, identitas para pengguna bisa dipublikasikan dengan inisial dan juga disertai latar belakang mereka.
“Itu mungkin perlu untuk memberikan kepuasan di tengah-tengah masyarakat yang penasaran. Kasus ini kan terjadi, karena ada pelanggan. Soal pelanggan memang belum ada regulasi. Mungkin perlu dipertimbangkan pengungkapan inisial dan latar belakang pengguna dari kalangan mana,” jelas Nasir, usai Kunker Komisi III di Polda Jatim, Senin (18/2/2019).
Terkait wacana DPR yang akan membuat norma bisa menjerat berbagai pihak yang terlibat dalam kasus prostitusi, Desmond J. Mahesa Wakil Ketua Komisi III DPR RI mengatakan revisi UU KUHP itu belum final.
Pihaknya sedang melakukan sinkronisasi dengan pemerintah. Menurutnya, proses menunggu ini akan memberikan banyak catatan atau hal-hal baru yang bisa menambah pasal-pasal, yang harus disesuaikan dengan kondisi jaman.
“Masih harmonisasi. Maka segala catatan-catatan kalau final sudah disepakati oleh DPR dan pemerintah, tentunya akan masuk (sah). Nah, semakin kita menunda akan semakin banyak hal-hal baru dalam proses penambahan pasal-pasal,” kata dia.
Saat ditanya apakah pengguna (user) nantinya akan dicatut dalam RKUHP tersebut, Desmond mengatakan bisa saja terjadi. Namun, dia enggan menjelaskan lebih detail dan hanya menegaskan bahwa semua itu tergantung kesepakatan nanti.
Dia berharap, RKHUP ini akan selesai sebelum masa periode DPR RI 2014-2019 berakhir.
“Mungkin saja, tergantung kesepakatan. Ya kalau ga ada komitmen, kami nggak akan sampai ke sini (wacana RKHUP),” kata dia. (ang/iss/ipg)