Jumat, 22 November 2024

Community Engagement for Development 2019 Diikuti Mahasiswa Luar Negeri

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Nguyen mahasiswa asal Vietnam di CED 2019 di Kediri. Foto: Humas UKWMS

Community Engagement for Development (CED) 2019, mendapatkan dana bantuan Penguatan Kelembagaan Kantor Urusan Internasional (PKKUI) 2019 dari Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti.

Kolaborasi dari program International Business Management, Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (IBM FB UKWMS) dengan Kantor Urusan Internasional UKWMS (KUI UKWMS) bersama dengan Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) dan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Jumat (26/7/2019) menggelar itu.

CED merupakan program yang memberikan pembelajaran melalui pengabdian masyarakat, kewirausahaan sosial dan pendekatan kehidupan antar budaya.

Sebanyak 25 mahasiswa dari luar negeri yang datang ke Indonesia berasal dari universitas rekan kerja sama UKWMS dan ITS yang terpanggil untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.

CED kali ini melibatkan mahasiswa dari enam negara dan 11 universitas, diantaranya universitas mitra dari dalam maupun luar negeri.

Universitas dari luar negeri yang terlibat diantaranya National Taiwan University of Science and Technology (NTUST), Taiwan; Saint Louis College (SLC) dan King Mongkuts University of Technology North Bangkok (KMUTNB), Thailand; Ho Chi Minh City University of Technology dan Tan Tao University, Vietnam; University of Asia & Pacific (UA&P), Filipina; dan terakhir, Universiti Kuala Lumpur MFI, Malaysia.

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan keterampilan sosial karena kegiatannya dirancang untuk mengasah kepekaan dan kepedulian peserta terhadap kebutuhan masyarakat. Termasuk dalam keterampilan sosial yakni kemampuan berkomunikasi, membangun relasi, berempati, dan kerendahan hati.

“Tahun ini CED mengangkat tema Enlivening the Spirit of Sharing and Caring (Menghidupi semangat berbagi dan kepedulian terhadap sesama), dengan maksud untuk berbagi ilmu, budaya, pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan cara berpikir (mindset) serta unsur aksi yang menunjukkan kepedulian,” terang Erlyn Erawan, Psy.D., Ketua CED 2019.

Diharapkan, lanjut Erlyn nantinya manfaatnya adalah mahasiswa bukan hanya belajar saling berbagi antar mahasiswa yang masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda-beda, tapi juga dari masyarakat di lokasi kegiatan.

Program ini dilaksanakan di Surabaya dan Kediri mulai tanggal 17 Juli sampai 26 Juli 2019. Di Kediri, para peserta melakukan projek di desa Puhsarang, salah satunya di Sekolah TKK & SDK Yohanes Gabriel Puhsarang.

Berlokasi sangat dekat dengan tempat wisata Puhsarang yang ramai dengan pengunjung, kebersihan di sekitar sekolah sayangnya menjadi terabaikan.

Sekolah juga memiliki fasilitas yang memang perlu bantuan untuk peremajaan. Berdasarkan kebutuhan itu, mahasiswa kemudian dibagi dalam beberapa kelompok yang mengerjakan tujuh projek yang berbeda.

Ke 7 proyek itu, perbaikan fasilitas perpustakaan sekolah, perbaikan sistem dan pemasangan jaringan internet komputer sekolah, perbaikan fasilitas toilet sekolah, perbaikan tempat pembuangan sampah di belakang lokasi sekolah, pemberian demonstrasi bagaimana limbah rumah tangga bisa menjadi usaha mandiri masyarakat.

Ada juga pemanfaatan bunga rosella yang lebih maksimal untuk menjadi beberapa produk yang belum diketahui oleh masyarakat (misalnya face mist spray, selai, sirup, es krim, dan manisan) untuk meningkatkan perekonomian warga. Yang terakhir adalah pemetaan area pembuangan sampah secara tidak benar yang selama ini dilakukan oleh warga desa supaya informasi ini bisa diberikan kembali kepada masyarakat untuk mengetahui keadaan lingkungannya.

Selama enam hari di Puhsarang, peserta CED telah membawa dampak yang luar biasa. Semua projek berjalan dengan baik dan dikerjakan langsung oleh tangan-tangan terampil mahasiswa CED.

Mereka mengecat, merombak, membersihkan, dan mempercantik fasilitas sekolah bersama-sama. Selama itu, mereka tinggal di rumah warga dengan fasilitas seadanya.

Eliza Caspao, mahasiswi UA&P Filipina, mengaku suka tinggal di Puhsarang dan memiliki orangtua asuh yang baik.

“Meskipun berbeda bahasa, mereka memberikan keperluan yang kita butuhkan dan memberi kebebasan dalam beraktivitas. Terkadang kami juga membersihkan rumah bersama-sama,” kata Eliza.

Peserta CED lanjut Eliza tak ubahnya sebagai Pakikisama, yang dalam Bahasa Tagalog artinya ketika seseorang berusaha untuk dapat berbaur dengan baik.

Ivan Sebastian Atmaja Lie, peserta dari UKWMS, menyampaikan bahwa dengan mengikuti program CED ini jadi bisa belajar bekerja sama dengan peserta lain untuk menyelesaikan projek, meskipun berbeda dari segi bahasa dan budaya. “Dan masyarakat Puhsarang juga sangat terbuka dan senang dibantu oleh kami,” kata Ivan.

Pada projek pemetaan tempat pembuangan sampah secara ilegal dan yang sudah menjadi kebiasaan buruk warga, mahasiswa menggunakan fasilitas drone yakni kamera udara untuk melihat wilayah-wilayah yang dicemari oleh sampah.

Hal ini nantinya akan ditunjukkan kepada pemerintah desa dan warga desa untuk menjadi evaluasi bersama agar warga memiliki kebiasaan membuang sampah yang benar.(tok/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs