Jumat, 22 November 2024

Cara Risma Bebaskan Warganya dari Belenggu Trafficking di NTT

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya di ruang kerjanya, Sabtu (16/2/2019). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Pelaku perdagangan orang (trafficking) punya beragam cara (modus), dalam mencari mangsanya. Seringkali, mereka memanfaatkan keadaan korbannya yang sedang terpuruk dan tidak memiliki solusi untuk permasalahannya.

Misalnya saja modus jerat utang. Modus ini berdalih membantu untuk melunasi utang seseorang. Tapi nyatanya, seseorang tersebut harus membayarnya dengan cara bekerja di lingkungan yang berbahaya, seperti tempat hiburan malam.

Berapa pun usia seseorang tersebut, siapa saja bisa ikut terjerat. Seperti yang terjadi pada perempuan berinisial IN (36) warga Surabaya, terjerat utang sebesar Rp25 juta. Beberapa waktu lalu, ibu rumah tangga yang memiliki empat orang anak ini berhasil diselamatkan oleh Pemerintah Kota Surabaya dari belenggu perdagangan manusia.

Dengan modus jerat utang, IN dipekerjakan sebagai pemandu karaoke di sebuah kafe ex lokalisasi, yang ada di wilayah Kupang, NTT. Niat IN untuk melunasi utang-utangnya itu, ternyata tidak sesuai harapan. Selama 4 bulan bekerja di sana, utang IN masih saja menumpuk dan tidak berkurang.

Keadaan itu hanya membuat IN pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Upaya untuk kabur, hanya menjadi impian saja. Sebab, kafe tempatnya bekerja itu berada di sebuah lembah, yang di sekelilingnya dijaga ketat oleh banyak anjing dan para preman.

Amdany salah satu staf di Pemkot Surabaya menceritakan langsung bagaimana upaya pembebasan IN di tempat tersebut. Atas utusan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya, Amdany bersama tim dari Polrestabes Surabaya berangkat ke Kupang untuk menyelamatkan IN dan membayar lunas utangnya.

Sesampainya di Kupang, Amdany meminta bantuan polres setempat untuk ikut mendampingi saat bertemu dengan pihak manajemen kafe. Setelah bertemu, Amdany menyampaikan amanat dari Risma yang ingin mengambil IN warganya untuk pulang ke Surabaya.

Risma juga bersedia membayar utang IN, asalkan ibu rumah tangga tersebut dibebaskan. Meski sempat tegang, akhirnya negosiasi tersebut disepakati oleh kedua belah pihak dengan mengisi berita acara dan disaksikan oleh pihak kepolisian.

“Saat mencari sosok IN di kafe itu sempat susah ya. Karena ada sekitar 40 perempuan yang mengaku-ngaku dari Surabaya. Tapi ternyata bukan. Ada yang dari Lumajang, Jember, Medan dan lain-lain. Tapi alhamdulillah akhirnya bisa ketemu sama IN. Kami mengambil dia baik-baik, dan tidak ada paksaan,” kata Amdany, Sabtu (16/2/2019).

Usai diselematkan, IN kembali ke pelukan keluarganya. Ke empat anaknya yang sudah merindukan sosok ibunya, langsung menangis sambil memeluknya. Ini disaksikan langsung oleh Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya yang mempertemukan IN dengan keluarganya.

Risma mengatakan, kasus IN ini terkuak berawal dari seorang anak yang diamankan oleh Satpol PP. Anak tersebut terjaring razia karena ditemukan sedang bolos sekolah. Saat ditanya alasannya, anak tersebut mengaku sedang ada permasalahan dengan keluarganya.

Setelah diselidiki lebih jauh, barulah terkuak bahwa IN ibu dari anak tersebut dikabarkan pergi dari rumah dan bekerja di Kupang. Ibunya memiliki utang Rp25 juta kepada seorang rentenir. Keadaan IN yang tidak sanggup membayarnya, dimanfaatkan oleh bos dari kafe di Kupang.

Dia menawarkan untuk melunasi utangnya, dengan syarat IN harus bekerja di tempatnya. Dari situlah, IN akhirnya dibawa ke Kupang untuk bekerja dan rela meninggalkan keluarganya.

“Ini berawal dari utang ke rentenir. Lalu tidak bisa bayar, dibayari sama bos kafe itu. Asalkan dia bekerja di tempatnya. Tapi ternyata tidak lunas-lunas utangnya selama bekerja di sana,” kata Risma.

“Tempatnya di sana itu dijaga anjing sama preman. Waktu nyari IN susah itu, banyak yang ngaku-ngaku dari Surabaya, tapi bukan ternyata. Ya kalau Surabaya semua, jelas saya bebaskan semua. Nanti uangnya tak cari, pokoknya bisa pulang ke Surabaya,” tambah dia.

Risma mengatakan, kejadian seperti IN ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, pihaknya juga telah menyelamatkan beberapa warganya yang terjerat perdagangan orang. Korbannya memang rata-rata perempuan dengan beragam usia.

Usai diselamatkan, kata dia, korban trafficking ini tidak begitu saja dilepas. Semuanya tetap dalam perhatian Pemerintah Kota Surabaya, seperti pendampingan dari para psikolog. Bahkan, mereka juga diberikan pekerjaan oleh Risma untuk mengangkat perekonomian keluarganya.

“Dulu ada yang di Batam, Papua. Banyak kok yang sudah dibebaskan. Modusnya sama, yaitu jerat utang. Usianya ada yang 15 tahun. Setelah diambil dan dibawa pulang ke Surabaya, mereka tidak kami lepas. Kami beri pendampingan sama psikolog, dan diberikan pekerjaan juga,” kata Risma.

Menurut Risma, letak kunci utama untuk mencegah permasalahan perdagangan orang ini adalah ketahanan pada keluarga. Kalau keluarga kuat, anak pun juga kuat. Untuk itu, ketahanan keluarga ini menjadi fokusnya dalam mencegah hal serupa.

Chandra Oratmangun Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya mengatakan, ketahanan keluarga ini diperkuat dalam kegiatan sosialisasi di kecamatan. Ini menyasar pada keluarga yang dianggap rentan, dengan menggandeng psikolog.

“Ya dengan sosialisasi ketahanan keluarga. Jadi kami keliling ke Kecamatan yang ditemukan ada keluarga rentan. Misalnya karena nikah muda, nikah terpaksa, masalah ekonomi, pemberdayaan dan lain-lain. Kami sudah ada data-datanya,” kata dia. (ang/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs