Galuh Octania Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan Badan Urusan Logistik (Bulog) meningkatkan kualitas beras yang diserapnya supaya bisa bersaing di skema bantuan sosial baru yaitu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
“Apalagi Bulog bukan satu-satunya pemasok beras dalam BPNT dan skema kartu Sembako Pangan Murah. Dengan meningkatkan kualitas berasnya, Bulog tidak perlu khawatir pendistribusian berasnya akan terganggu,” kata Galuh Octania dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Ia mencemaskan bahwa transformasi BPNT ke dalam kartu Sembako Pangan Murah bakal memperkecil peran Bulog dalam penyaluran beras kepada keluarga penerima manfaat (KPM).
Hal itu, ujar dia, dikarenakan adanya peningkatan nilai bantuan per bulan dan penambahan jenis komoditas pangan yang bisa ditukarkan dengan nilai tersebut.
“Sama seperti tahun sebelumnya, jumlah penerima bantuan adalah sebanyak 15,6 juta KPM. Namun nilai bantuan mengalami peningkatan dari Rp110.000 per bulan menjadi Rp150.000 per bulan. Komoditas pangan yang bisa didapat tidak hanya beras dan telur, tapi juga bahan pangan dengan kandungan gizi lainnya,” katanya, seperti dilansir Antara.
Galuh mengemukakan peningkatan besaran dana bantuan ini merupakan langkah yang baik dari pemerintah agar rumah tangga dapat semakin banyak memilih kebutuhan bahan makanan pokok untuk menyajikan makanan yang lebih bermanfaat bagi keluarga mereka.
Ia berpendapat bahwa dengan nasi yang merupakan makanan pokok rakyat Indonesia, tentunya dana itu sudah hampir pasti akan digunakan untuk membeli beras sebagai kebutuhan pokok utama.
“Yang perlu diperhatikan oleh Bulog adalah bagaimana agar beras Bulog menjadi pilihan utama pembelian masyarakat,” jelas Galuh.
Ia menambahkan angin segar muncul saat Bulog diberikan kewenangan oleh Menteri Sosial untuk mengalokasikan sebagian besar beras serapannya ke skema BPNT ini, sebagai pengganti pengalokasian beras Rastra yang akan diberhentikan dalam waktu dekat. (ant/dwi)