Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya memusnahkan 83 jenis komoditas pertanian senilai Rp2 miliar yang berasal dari beberapa negara. Puluhan komoditas ini dimusnahkan karena terinfeksi bakteri organisme penganggu tumbuhan karantina (OPTK) A-1 golongan I.
Yusup Patiroy Kepala Bidang Karantina Tumbuhan BBKP Surabaya mengatakan, ada dua jenis bakteri yang ditemukan yaitu pseudomonas syringae pv. syringae dan viridiflava. Kedua bakteri ini seringkali menyerang tanaman sayuran, seperti sawi, kubis, hingga jagung.
Adapun dampak dari bakteri ini, kata dia, akan membuat tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik. Sehingga sebelum masa panen, tanaman tersebut akan mati atau layu. Dalam hal ini, tentu saja para petani akan sangat dirugikan.
“Bakteri ini sering menyerang sayuran, seperti sawi, kubis, dan kol. Tanaman jagung? bisa jadi juga. Nah, untuk benih yang kami musnahkan ini, kami menemukan bakteri ada pada benih sayur kubis dan sawi yang berasal dari Thailand,” kata Yusup, di Instalansi Karantina, Jalan Banjar Sugihan, Surabaya, Senin (4/3/2019).
Pemusnahan di Instalasi Karantina, Surabaya. Foto: Anggi suarasurabaya.net
Yusup juga menjelaskan, kedua bakteri ini tidak bisa diobati. Meski jumlah yang ditemukan ini sedikit, tapi mempunyai potensi menjadi sumber penyakit dan dapat menyebarkan bakteri ke area pertanahan yang luas. Sehingga, keadaan ini akan sulit dikendalikan.
Oleh karena itu, pemusnahan dengan cara dibakar adalah satu-satunya upaya pencegahan yang efektif agar bakteri ini tidak menyebar ke tanaman lainnya.
Ada beberapa jenis benih yang dimusnahkan hari ini, di antaranya benih sayuran, benih padi, benih jagung hingga tanaman hias. Selain terinfeksi bakteri, puluhan benih tanaman ini juga tidak dilengkapi dengan dokumen karantina dari negara asalnya.
Tidak hanya benih, palet kayu yang digunakan untuk mengemas benih turut diamankan. Sebab, palet kayu tersebut tidak di marking sesuai ISPM#15 (International Standards For Phytosanitary Measures).
“Temuan ini dari paket yang tiba di Bandara Juanda, dan kantor pos saat melewati pemeriksaan X-ray. Benih ini berasal dari berbagai negara, Thailand, China, Polandia, Jepang, dan lain-lain. Tapi yang jelas, meskipun kalau ada dokumennya ternyata terinfeksi tetap kami tahan. Bagaimana pun itu merugikan petani,” kata dia.
“Pemusnahan ini disaksikan juga oleh pengimpor. Dia mengaku membelinya melalui online dan belum tahu tentang regulasi ini. Jelas dia rugi banyak. Untuk itu kami mengimbau, agar setiap pembelian bibit dari luar harus disertai dokumennya juga,” tambahnya. (ang/tin/ipg)