Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu diusulkan menjadi Bahasa Ilmiah Internasional. Usulan ini digagas oleh Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) dalam Musyawarah Internasional dan Seminar FDGBI IV yang digelar oleh Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di Surabaya pada 4-7 November 2019.
Musyawarah Internasional ini dihadiri oleh 31 perguruan tinggi dari beberapa negara dan 154 guru besar. Prof. Koentjoro Dewan Pertimbangan DGBI yang hadir dalam musyawarah mengatakan, Bahasa Indonesia sudah banyak dipelajari di kampus-kampus luar negeri. Beberapa kampus di negara seperti Austria, Ceko, Turki, Australia, Timor Leste, dan Thailand disebutnya mempelajari bahasa ini.
“Kalau itu kemudian, menyadarkan pada kita, pada KTT Non Blok. Indonesia waktu KTT Non Blok menjadi populer. Bekas (negara yang tergabung dalam, red) KTT Non Blok yang kebanyakan negara miskin, belajar ke Indonesia, diberikan beasiswa. Karena itu, mereka mesti penutur Bahasa Indonesia. Dan menyebarkan virus-virus (Bahasa Indonesia,red) di negaranya,” ujar Prof. Koentjoro yang juga Ketua Dewan Guru Besar UGM itu.
Prof. Setya Yuwana Ketua Panitia Musyawarah mengaku, hasil dari forum musyawarah ini akan secepatnya dibawah ke Kemendikbud agar Bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah internasional bisa segera dicapai. Selain karena banyak pembelajar bahasa Indonesia di luar negeri, hal ini dianggap penting untuk memudahkan seorang doktor di Indonesia menjadi profesor.
“Sehingga nanti memberikan kemudahan bagi calon guru besar. Karena banyak doktor yang sekarang ini harusnya jadi guru besar. Tapi terhambat oleh Scopus. Hanya karena harus terindeks scopus. Mungkin (penelitian, red) yang di otaknya bagus, tapi karena penyampaian di Bahasa Inggris kurang bagus.
Langkah ini turut diamini Prof. Koentjoro. Ia menegaskan, forum DGBI akan segera berunding dan menggelar audiensi dengan Mendikbud. Selain itu, mereka juga berencana mendatangi Kemenkoan PMK dan Komisi X DPR RI untuk memuluskan harapan mereka.
“Itu langkah politisnya. Tapi langkah strategis kami adalah, dalam bulan antara Februari atau Maret (2020, red), akan laksanakan raker di Uniersitas Islam Riau. Di sana, kita akan lihat pekembangan dari klusterisasi ini. Kebetulan dekat Malaysia, Thailand, dan lain-lain,” jelasnya.
Selain itu, Prof. Nurhasan Rektor Unesa selaku tuan rumah penyelenggaraan musyawarah menyebut, usulan ini adalah momentum. Sebab pelaksanaan musyawarah ini berdekatan dengan Hari Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan. Ia berharap, Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu bisa segera menjadi bahasa Internasional yang diakui.
“Diharapkan momentum ini bisa memberikan masukan pada kabinet (Indonesia Maju, red) baru, agar bahasa kita, Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu, apapun nanti terminologinya, diganti apapun, tapi menjadikan ilmiah internasional yang bisa memberi percepatan jadi guru besar (bagi para doktor, red),” pungkasnya. (bas/dwi/ipg)