Minuman cincau yang cara pembuatannya tidak dimasak dengan benar, diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyebaran Hepatitis A di Pacitan.
Kohar Hari Santoso Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mengatakan, penyebaran ini bermula saat periode lebaran lalu. Karena masa inkubasi hepatitis A selama dua minggu hingga satu bulan, maka diduga konsumsi cincau masyarakat cukup tinggi saat bulan Ramadhan, terutama menjadi minuman buka puasa.
“Kita turun dan meneliti, ternyata mulainya (penyebaran Hepatitis A, red) sekitar lebaran, apa yang mereka konsumsi sekitar 2 minggu sampai 1 bulan sebelumnya? Ternyata kalau pas buka puasa itu kan minumnya segeran, apa bahannya? Ternyata janggelan atau cincau itu,” kata Kohar kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (2/7/2019).
Namun ia menegaskan, minuman cincau bukan satu-satunya yang menjadi faktor penyebab KLB di Pacitan tersebut. Namun penyebab lain seperti perilaku masyarakat yang kurang menjaga kebersihan, dari mulai makanan hingga sanitasi, juga menjadi faktor lain yang menyebabkan penderita Hepatitis A meluas.
Hasil ini diketahui setelah pihaknya melakukan analisis epidemiologi yang dilakukan oleh 4 tim dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL). Mulai dari menyelidiki air sungai hingga makanan yang berpengaruh dengan berkembangnya penyakit. Lalu tim BTKL menyimpulkan bahwa sebagian besar penyebab munculnya penyakit ini adalah air bahan baku cincau, yang cara mengolahnya tidak bersih.
Mereka juga menduga, ada pengusaha cincau yang mengambil air dari sungai Sukorejo untuk menjadi bahan baku cincau, tanpa dimasak terlebih dahulu. Sedangkan sungai tersebut mengandung banyak limbah rumah tangga dari penduduk sekitar.
“Tidak semua pengusaha di sana (sekitar sungai Sukorejo, red) center-nya, cuma ada yang menjual dari daerah sana,” tambahnya.
Selain itu, faktor sanitasi yang tidak bersih juga menjadi salah satu penyebab penyebaran penyakit ini. Seperti jarak antara septic tank dengan sumur yang berdekatan, dengan jarak tidak sampai 10 meter. Bahkan ada karena kemiringian lahan, ada septic tank yang alirannya justru mengarah ke sumur.
Untuk itu, pihaknya masih melakukan beberapa upaya penanganan mengenai kasus ini. Salah satunya mengajak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk terus memantau produsen makanan mulai dari tahap produksi hingga pengemasan. Upaya ini tidak hanya berlaku bagi produsen cincau saja, namun juga seluruhnya. Sehingga pihaknya dapat menilai, apakah suatu produk higienis dan layak konsumsi atau tidak.
Kohar juga mengimbau masyarakat untuk melakukan 5 hal penting berikut. Pertama, tidak buang air besar sembarangan. Kedua, selalu cuci tangan pakai sabun setelah buang air. Ketiga, air minum yang dikonsumsi haruslah sudah dimasak terlebih dahulu, Keempat, cuci piring dengan air mengalir. Dan yang terakhir, buang sampah pada tempatnya untuk mencegah pencemaran di lingkungan sekitar.(tin/ipg)