Senin, 25 November 2024

Angka Perceraian Jatim Tinggi, Pemprov-PTA Tingkatkan Kursus Calon Pengantin

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Khofifah Gubernur Jatim ketika menemui Bahrussam Yunus Ketua PTA Surabaya di Grahadi, Selasa (5/3/2019). Foto: Humas Pemprov Jatim

Pengadilan Tinggi Agama mendata, angka perceraian di Jawa Timur tergolong tinggi. Jumlahnya mencapai 121 ribu kasus perceraian dengan penyebab paling banyak akibat ketidakharmonisan pasangan dan alasan ekonomi.

Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur yang pernah menjabat Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), karena keprihatinannya, berkomitmen menurunkan angka perceraian ini bekerja sama dengan pihak terkait.

Selasa (5/3/2019), Khofifah menerima kunjungan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya di Gedung Nagara Grahadi. Sejumlah pejabat PTA, Hakim beserta panitera dan pejabat PTA daerah turut dalam pertemuan dengan Gubernur.

Khofifah mengatakan, perlu ada intervensi dari pemerintah dan PTA serta instansi terkait lainnya dalam menekan angka perceraian di Jawa Timur. Termasuk di antaranya, koordinasi dengan ormas dan lembaga perguruan tinggi di Jatim.

Perempuan yang pernah menjadi Menteri Sosial itu mengatakan, tingginya angka perceraian akan berpengaruh pada kualitas hidup keluarga. Terutama anak- anak yang butuh perlindungan dan tumbuh kembang dengan baik.

“Silaturahmi ini menjadi starting point kita untuk mengintervensi semaksimal mungkin sehingga bisa menurunkan angka perceraian dan nikah usia dini di Jatim,” kata Khofifah di hadapan rombongan PTA.

Salah satu caranya, kata dia, dengan memperkuat pelaksanaan kursus calon pengantin (suscatin). Dengan suscatin, muda-mudi atau pasangan calon pengantin mendapat pembekalan tentang pengetahuan dan ketrampilan dalam menjalani dinamika kehidupan berumah tangga.

“Masalah ini tanggung jawab kita semua, maka yang harus diperkuat adalah di sisi preventif dan promotif,” ujarnya.

Langkah selanjutnya, Khofifah berencana membuat focus group discussion (FGD) berkaitan angka perceraian dan nikah usia dini yang cukup tinggi di Kabupaten Malang. Dia meminta sinergitas Pemprov, Kemenag, Pengadilan Tinggi Agama serta pemda setempat untuk mengatasi masalah ini.

“Saya ingin betul kita serius menangani ini, dan yang terlibat passion-nya harus di situ. Jika kita sukses memberikan intervensi pada suatu daerah maka akan bisa jadi role model,” ujarnya.

Pelaksanaan FGD itu, kata dia, juga untuk memperkuat pelaksanaan Suscatin di Kabupaten Malang serta untuk memetakan perempuan kepala keluarga miskin yang akan mendapatkan bantuan dalam hal kemampuan ekonomi.

Pemprov Jatim, kata Khofifah, juga akan menyisir pelaksanaan istbat nikah untuk kepentingan pencatatan pernikahan serta melindungi hak-hak anak. Menurutnya, salah satu penyebab kemiskinan akut yang terjadi di pedesaan karena belum adanya legalitas keluarga.

“Ketika sebuah keluarga miskin tidak memiliki legalitas, maka mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas dari negara seperti KIP atau KIS,” ujarnya.

Bahrussam Yunus Ketua PTA Surabaya menyatakan kesediaannya untuk mendukung rencana intervensi penurunan angka perceraian melalui Suscatin. “Kami akan membantu, apalagi kami memiliki 37 pengadilan agama yang tersebar di Jatim,” katanya.

Dia menyebutkan, selain tingginya angka perceraian di Jawa Timur, dispensasi kawin/diska atau pernikahan dini berdasarkan data yang dimiliki PTA memang tinggi. Dia membenarkan, Kabupaten Malang memang yang cukup tinggi kasusnya.

Khusus untuk angka pernikahan dini yang cukup tinggi, data PTA menyebutkan, Kabupaten Malang Selatan yang tercatat cukup tinggi. “Bila suscatin disosialisasikan dengan baik, saya yakin anak-anak muda akan paham soal risiko pernikahan dini,” ujarnya.(den/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
26o
Kurs