Jumat, 22 November 2024

AJI Menilai HPN Perlu Direvisi oleh Dewan Pers

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Sasmito Koordinator Bidang Advokasi AJI Indonesia saat memberikan keterangan di sela-sela aksi AJI menolak remisi pembunuh Jurnalis Prabangsa di Surabaya pada Sabtu (9/2/2019). Foto: Baskoro suarasurabaya.net

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai, perayaan Hari Pers Nasional (HPN) perlu direvisi oleh Dewan Pers. Sasmito Koordinator Bidang Advokasi AJI Indonesia mengatakan, sejak tahun 2010, sebenarnya AJI telah mengusulkan revisi tanggal Hari Pers Nasional kepada Dewan Pers.

“Karena kita tahu, Hari Pers Nasional lebih kepada hari lahirnya PWI (Persatuan Wartawan Indonesia,red). Sementara organisasi wartawan saat ini sangat banyak sekali, ada puluhan. Ada AJI, IJTI (Ikatan Jurnais Televisi Indonesia,red), Sejuk (Serikat Jurnalis untuk Keberagaman,red), dan sebagainya,” ujar Sasmito ketika ditemui saat aksi AJI menolak remisi pembunuh Jurnalis Prabangsa di Surabaya pada Sabtu (9/2/2019).

AJI menilai, Dewan Pers sebagai lembaga yang menaungi seluruh organisasi wartawan untuk segera membahas hal ini dan Hari Pers Nasional bisa direvisi diluar tanggal 9 Februari.

Tak hanya itu, AJI juga mengkritisi pelaksanaan HPN yang dinilai menghambur-hamburkan dana APBD. Menurutnya, dana APBD yang dikeluarkan untuk perayaan ini sangat besar dan tidak diketahui transparansinya. Dan hal ini akan merugikan masyarakat.

“Kedua, HPN ini sebagian besar menggunakan dana APBD. Dari segi transparansinya kita juga tidak tahu. Seberapa besar dana HPN 2019 di Surabaya,” katanya.

Tak hanya itu, Sasmito menilai, perayaan HPN harusnya membahas persoalan krusial jurnalis seperti pembunuhan dan kekerasan terhadap wartawan. Hal ini sangat mungkin dilakukan, karena selama perayaan HPN, banyak menteri bahkan Joko Widodo Presiden menghadiri acara tersebut.

AJI mencatat, hingga hari ini, masih ada 8 kasus pembunuhan jurnalis sejak 1996 yang belum diusut tuntas. Mereka diantaranya adalah Fuad M Syafruddin atau Udin, Naimullah, Agus Mulyawan, Jamaluddin (Hilang), Ersa Siregar, Herliyanto, Ardiansyah Matra’is, dan Alfred Mirulewan. Sedangkan hanya satu kasus pembunuhan yang berhasil diusut tuntas yaitu Prabangsa pada tahun 2009 yang saat ini Susrama Pembunuh Prabangsa mendapat remisi dari pemerintah.

“Masih punya delapan kasus atau yang kita sebut dark number. Kasus pembunuhan terhadap jurnalis yang dibunuh karena pemberitaan,” ujarnya.

Tak hanya itu, AJI juga mencatat, ada kenaikan jumlah kekerasan dari tahun ke tahun. Dalam tiga tahun terakhir, jumlah kekerasan jurnalis ada di angka 60-an kasus kekerasan.

“Artinya pemerintah tidak cukup memiliki kebijakan yang bagus untuk teman-teman pers dan kemerdekaan pers di Indonesia,” pungkasnya. (bas/wil)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs