Ahmad Djauhar Anggota Dewan Pers mengatakan sekitar 70 persen berita media mainstream berasal dari media sosial.
“Kondisi sungguh memprihatinkan, karena banyak sumber berita dari media sosial tanpa diverifikasi ulang lagi keakuratannya,” kata Djauhar, di sela Edukasi dan Media Gathering Kalimantan-Sulawesi 2019 yang digelar di Makassar, Selasa (8/10/2019).
Dia mengatakan, kondisi tersebut tentu saja membunuh kreativitas seorang wartawan, padahal yang utama dari berita adalah menyajikan kebenaran atau fakta-fakta di lapangan.
Fenomena lainnya dari berkembangnya media sosial ini, lahir pula media online yang kini jumlahnya mencapai 43.500 media daring. Sebagian besar dari media tersebut masih membutuhkan verifikasi dari Dewan Pers.
“Itu kalau diibaratkan empat kali mati pun, pada posisi ya sama, belum habis media itu diverifikasi,” ujarnya pula, seperti dilansir Antara.
Selain Djauhar yang menjadi pembicara Edukasi dan Media Gathering Kalimantan dan Sulawesi Tahun 2019 ini, juga menghadirkan pembicara yang membahas tentang peran media dalam membangun opini publik yang positif dan peran media online dalam mendukung kegiatan hulu migas, di antaranya Hariqo Wibawa Satria Direktur Eksekutif Komunikonten dan Usman Kansong Pimred Media Indonesia.
Hariqo mengulas seni mengelola media sosial, juga memaparkan perkembangan internet dan media sosial dari era 1969 hingga saat ini. Sedangkan Usman lebih fokus membahas jurnalisme migas dengan mengetahui aspek hukum atau legalitasnya sebagai acuan dalam penulisan berita.
Metta Dharmasaputra Saputra Pendiri Katadata.co.id mengatakan, media online dan start up ke depan akan berguguran dengan tantangan yang berbeda sesuai zamannya. (ant/dwi/rst)