60 persen angka kematian Ibu di Indonesia disebabkan kurangnya deteksi dini pada masa kehamilan. Data ini dikatakan Dr. H.M. Subuh Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Ekonomi dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi (POGI) yang berlangsung di Surabaya pada Selasa (9/7/2019).
Subuh menyebutkan, ini terlihat dari banyaknya kematian Ibu yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit seperti hipertensi dan pendarahan. Padahal, kasus ini mudah dicegah jika sebelumnya dilakukan deteksi dini di tingkatan puskesmas dan bidan.
“Kalau dia melakukan pemeriksaan tensi, melakukan pemeriksaan kunjungan Antenatal Care (pemeriksaan kehamilan oleh dokter atau bidan, red) baik. Kita rekomendasikan Antenatal Care dilakukan 6 kali dalam masa kehamilan. Ini yang harus kita galakkan ke masyarakat,” ujar Subuh pada Selasa (9/7/2019).
Dalam pertemuan itu, Subuh juga mengungkapkan ada perbedaan kasus angka kematian ibu dan bayi antara daerah barat dan timur Indonesia. Kasus kematian ibu di daerah barat seringkali ketika pasien berada di lingkungan fasilitas kesehatan atau rumah sakit.
Sedangkan, kasus di daerah timur, lebih banyak terjadi di luar lingkungan fasilitas kesehatan.
“Di daerah barat, karena keterlambatan merujuk, sehingga kematian ibu dan bayi sulit diatasi. Sedangkan di Indonesia bagian timur, pasien meninggal sebelum sempat dibawa ke rumah sakit,” jelasnya.
Karena itu, Dr. H.M. Subuh mengingatkan sistem komunikasi dan pelayanan dari hulu ke hilir perlu diperbaiki.
Puskesmas di daerah-daerah harus menjadi ujung tombak pemeriksaan antenatal yang baik.
Kementerian Kesehatan sendiri menargetkan, angka kematian ibu pada tahun 2024 bisa diturunkan menjadi 183 per 100 ribu, dari angka 215 per 100 ribu ibu di tahun 2015. (bas/tin/rst)