Banyaknya anak-anak dan remaja yang terjerat kasus kriminalitas, baik sebagai pelaku maupun korban masih marak di kota-kota besar seperti Surabaya. Bahkan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya mengaku prihatin banyaknya anak-anak yang terjerat hukum. Hal itu disampaikannya pada acara awarding Kampung Pendidikan Kampunge Arek Suroboyo, Minggu (18/11/2018).
Sebenarnya tidak hanya di Surabaya, tetapi juga di kota lain di Jawa Timur salah satunya di Malang. Hal itu disampaikan oleh Luluk Dwi Kumalasari Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Menurut Luluk, orang tua memiliki andil besar atas kasus kriminalitas yang banyak menjerat anak-anak mereka. Terlebih, banyak dari kasus kriminalitas pada anak banyak disebabkan kurangnya perhatian keluarga.
“Orang tua zaman sekarang sibuk pada pekerjaan dan perhatian kepada anak-anak mereka sangat kurang. Pulang sudah malam, kalau capek urusan belajar (anak, red) diserahklan ke orang lain, ikut bimbel dan sebagainya. Tidak tanya ‘kamu tadi sama siapa, kegiatannya hari ini apa aja, tadi pergi dengan siapa aja’,” jelasnya kepada Radio Suara Surabaya, Senin (19/11/2018).
Ia mengatakan, dengan perkembangan teknologi seharusnya orang tua lebih cerdas dan kritis dalam mengawasi anak-anak mereka. Hanya saja, terkadang orang tua menganggap anak-anak mereka sudah ‘besar’ dan memberikan kebebasan karena dianggap sudah bisa melakukan semuanya secara mandiri.
“Kadang mikirnya udah gedhe, udah SMP-SMA, lalu dianggap sudah besar dan sudah bisa sendiri. Padahal masa-masa itu masa-masa pencarian jati diri yang lebih memerlukan pendampingan,” paparnya.
Ia juga menyarankan kepada orang tua untuk lebih dapat meluangkan waktu untuk melakukan pendekatan dengan anak-anak. Menurutnya, mesti tidak lama, hal itu sangat penting karena yang terpenting adalah kemauan orang tua itu sendiri.
Selain peran keluarga, lingkungan juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam pergaulan. Tuntutan-tuntuan yang dianggap harus dipenuhi oleh remaja akan menimbulkan masalah jika tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
“Di dunia mahasiswa juga begitu, sering kali persoalan gaya hidup. Jadi sekali kamu tidak bisa menuruti tuntutan itu karena kondisi real yang berbeda, maka akan mudah terjerumus dengan hal-hal menyimpang,” ujarnya.(tin/rst)