Dr Radian Salman, akademisi dan pengamat hukum tata negara dari Universitas Airlangga mengatakan, pemerintah seringkali ketinggalan dalam pengaturan hukum mengikuti dinamika masyarakat.
Misalnya dalam hal pengaturan transportasi online. Fakta bahwa model transportasi roda empat tidak lagi menjadi satu-satunya pilihan dan sepeda motor menjadi alternatif transportasi massal terlambat diatur dalam regulasi angkutan darat.
“Di era ekonomi digital ini, hukum harus responsif terhadap semua perkembangan. Jawa Timur, misalnya, sudah punya rencana pembangunan induk provinsi (RPIP) yang mengakomodasi industri 4.0 dalam bentuk ekonomi digital,” ujarnya kepada suarasurabaya.net.
Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuat regulasi tentang transportasi online roda dua pertama di Indonesia juga dia apresiasi. Menurutnya, upaya ini adalah hal yang sangat bagus.
“Jatim mau mengawali itu dengan menyusun pergub adalah poin yang bagus, menurut saya. Artinya perkembangan ekonomi digital itu juga dipandang secara cermat berkaitan dengan kepentingan publik,” katanya.
Dia menjelaskan, kepentingan publik itu luas. Hadirnya transportasi online sebagai bagian dari ekonomi digital ambil bagian dalam penambahan peluang usaha. Banyak pihak terbantu dengan kehadirannya.
“Ini bisa dilihat dari data eknomi, penelitian-penelitian berkaitan itu. Ekonomi digital banyak membuka lapangan kerja dan membangkitkan UMKM. Pengusaha kuliner sekarang begitu mudah dan laris. Itu yang saya katakan kepentingan publik yang banyak positifnya” ujarnya.
Poin Krusial
Dr Radian Salman sebagai pakar hukum tata negara dilibatkan oleh Pemprov Jatim dalam penyusunan rancangan Pergub tentang Transportasi Online Roda Dua bersama stakeholder terkait lainnya.
Dia menganalogikan, ketika Pemprov Jatim mencoba mengatur hal ini, Pemprov sedang melakukan akrobatik terhadap regulasi Pemerintah Pusat yang sangat abu-abu mengenai angkutan roda dua.
Menurutnya, ada dua potensi ketika Pergub ini diatur. Potensi pertama, Pergub itu mampu menyelesaikan semua masalah yang terjadi. Potensi kedua, Pergub ini justru menimbulkan masalah baru.
“Penyusunan regulasi baru memang seperti itu. Maka yang harus didesain adalah perumusan aturan yang menyelesaikan masalah dengan sangat minim menyebabkan ekses negatif,” ujarnya.
Namun, dia mengatakan, pada draft rancangan Pergub tentang Transportasi Online Roda Dua di Jawa Timur ada beberapa poin krusial yang memang perlu pencermatan.
Pertama, dia berpendapat, Peraturan Gubernur ini masih menempatkan seolah-olah penyedia aplikasi transportasi online harus tunduk pada peraturan di daerah.
Padahal, menurutnya, hal itu secara hukum masih dilematis. Penyedia aplikasi selaku penyedia sistem elektronik (PSE) masih tunduk pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penyedia aplikasi, kata dia, tidak berhubungan dengan rezim aturan tentang perhubungan atau hukum angkutan darat. Implikasinya, bila aturan itu dipaksakan masuk dalam aturan perhubungan dan angkutan darat, ada sanksi yang diterapkan.
“Saya tidak mengambil isu apakah sanksi ini tepat atau tidak tepat, ya. Pertanyaan saya, apakah sanksi ini bisa menjadi solusi untuk mengontrol perusahaan aplikasi?” ujarnya.
Salah satu hal yang dia tekankan tentang fungsi regulasi yang sedang disusun aturannya oleh Pemerintah Provinsi ini, apapun bentuknya nanti regulasi ini harus tidak malah mematikan ekonomi digital.
Pertimbangannya adalah kepentingan publik yang positif, sebagaimana yang sudah dia sebutkan, berkaitan dengan berbagai manfaat keberadaan transportasi online roda dua ini yang sudah dirasakan oleh masyarakat.
Poin kedua yang juga krusial, kata Radian, perlunya Pergub ini memuat jalan keluar bersama-sama tentang hubungan kemitraan antara penyedia aplikasi dengan driver.
Menurutnya, hubungan keduanya berpijak pada hukum perdata berupa perjanjian kemitraan. Karenanya kedua belah pihak tunduk pada perjanjian yang disepakati bersama, yang mana satu di antaranya mungkin berkaitan dengan tarif.
“Poin ketiga yang saya kira penting adalah perlunya dicarikan istilah lain selain ‘tarif’. Karena istilah ‘tarif’ ini lebih dekat dengan angkutan umum. Sementara transportasi roda dua ini, sesuai undang-undang di atasnya, bukan angkutan umum,” ujarnya.
Kebingungan Pemerintah dalam Mengatur Tarif
Pengaturan tarif dalam draft rancangan Peraturan Gubernur tentang Transportasi Roda Dua Online di Jawa Timur menurut Dr Radian Salman bukan merupakan upaya intervensi.
“Kalau saya menggunakan bahasa lebih tepat, pengaturan tarif ini bukan intervensi tapi kebingungan pemerintah. Kebingungan pengaturan tarif ini disebabkan beberapa aspek,” katanya.
Konstruksi hukum atas aturan dari pemerintah yang berada di tengah hubungan perdata antara penyedia aplikasi dengan mitra masih dipertanyakan.
“Apa bisa yang sifatnya hukum keperdataan lalu ditentukan oleh pemerintah? Ini yang saya kira, menjadi awal mula kebingungan pemerintah itu,” ujarnya.
Aspek kedua yang menyebabkan kebingungan pemerintah menurut Radian adalah tentang status transportasi roda dua yang tidak termasuk sebagai trasnportasi umum.
“Sepeda motor itu, kan, sebenarnya bukan angkutan umum. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menyuarakan itu memang bukan. Nah, ketika diatur tarif oleh pemerintah, wataknya seperti mengatur tarif angkutan umum,” ujarnya.
Hal ini menurut Radian cukup dilematis bagi pemerintah. Meskipun di dalam penentuan tarif ini ada forum penyusun yang terdiri dari penyedia aplikasi, mitra atau driver, tapi wataknya adalah mengatur angkutan umum.
“Nah, ini. Tidak bisa diperlakukan sebagai angkutan umum, tapi watak penentuan tarifnya memakai pendekatan angkutan umum. Saya lihat ini menjadi dilematis, dan ini masih perlu titik temu,” katanya.
Radian mengatakan pemerintah perlu lebih aktif mencarikan solusi atas nama ketertiban dan kepentingan umum. Karena hal itu memang menjadi tanggung jawab pemerintah.
“Saya belum punya alternatif apa yang menjadi solusi. Tapi pijakan saya, di satu sisi ini ada persoalan keperdataan. Hubungan perjanjian murni. Di sisi lain ada aturan di daerah. Keduanya masih saling bertentangan. saya kira harus ada formula baru sebagai pilihan bagaimana pola menentukan tarifnya itu,” katanya.
Sebagai perancang perundang-undangan dia mengatakan, akan terus mendorong agar pemerintah tetap bersabar dan terus menerus mendialogkan perumusan rancangan Pergub.
“Saya yakin, gubernur tidak gegabah menghambil keputusan (soal tarif ) itu,” ujarnya.(den/ipg)